Beberapa ekor lalat nampak melayang berpesta di atas suatu tong sampah di depan suatu rumah. Suatu ketika, anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah. Kemudian nampak seekor lalat bergegas melayang memasuki rumah itu. Si lalat pribadi menuju suatu meja makan yang sarat dengan masakan lezat.
“Saya jenuh dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati masakan segar,” katanya. Setelah kenyang, si lalat bergegas ingin keluar dan melayang menuju pintu di saat beliau masuk, tetapi ternyata pintu beling itu sudah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di beling pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta mudah-mudahan beliau bergabung kembali dengan mereka.
Si lalat pun melayang di sekeliling kaca, sesekali melompat dan menerjang beling itu, dengan tak kenal mengalah si lalat menjajal keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi beling dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik, demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu nampak kecapekan dan kelaparan. Esok paginya, nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.
Tak jauh dari wilayah itu, nampak serombongan semut merah berlangsung beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dan di saat menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serempak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit badan lalat itu sampai mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai memuat bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.
Dalam perjalanan, seekor semut kecil mengajukan pertanyaan terhadap rekannya yang lebih tua, “Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa beliau sekarat?” “Oh.., itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati tidak bermanfaat menyerupai ini. Sebenarnya mereka ini sudah berusaha, beliau benar-benar sudah berjuang keras berupaya keluar dari pintu beling itu. Namun di saat tak juga mendapatkan jalan keluar, beliau putus asa dan kecapekan sampai karenanya jatuh sekarat dan menjadi santapan makan malam kita.”
Semut kecil itu nampak manggut-manggut, tetapi masih ingin tau dan mengajukan pertanyaan lagi, “Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berupaya keras? Kenapa tidak berhasil?”
Masih sambil berlangsung dan memanggul bangkai lalat, semut renta itu menjawab, “Lalat itu merupakan seorang yang tak kenal mengalah dan sudah menjajal berulang kali, cuma saja beliau melakukannya dengan cara-cara yang sama.” Semut renta itu mendelegasikan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, tetapi kali ini dengan mimik dan nada lebih serius, “Ingat anak muda, bila kau melaksanakan sesuatu dengan cara yang serupa tetapi menginginkan hasil yang berbeda, maka nasib kau akan menyerupai lalat ini.”
Para pemenang tidak melaksanakan hal-hal yang berbeda, mereka cuma melakukannya dengan cara yang berbeda.
“Saya jenuh dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati masakan segar,” katanya. Setelah kenyang, si lalat bergegas ingin keluar dan melayang menuju pintu di saat beliau masuk, tetapi ternyata pintu beling itu sudah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di beling pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta mudah-mudahan beliau bergabung kembali dengan mereka.
Si lalat pun melayang di sekeliling kaca, sesekali melompat dan menerjang beling itu, dengan tak kenal mengalah si lalat menjajal keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi beling dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik, demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu nampak kecapekan dan kelaparan. Esok paginya, nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.
Tak jauh dari wilayah itu, nampak serombongan semut merah berlangsung beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dan di saat menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serempak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit badan lalat itu sampai mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai memuat bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.
Dalam perjalanan, seekor semut kecil mengajukan pertanyaan terhadap rekannya yang lebih tua, “Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa beliau sekarat?” “Oh.., itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati tidak bermanfaat menyerupai ini. Sebenarnya mereka ini sudah berusaha, beliau benar-benar sudah berjuang keras berupaya keluar dari pintu beling itu. Namun di saat tak juga mendapatkan jalan keluar, beliau putus asa dan kecapekan sampai karenanya jatuh sekarat dan menjadi santapan makan malam kita.”
Semut kecil itu nampak manggut-manggut, tetapi masih ingin tau dan mengajukan pertanyaan lagi, “Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berupaya keras? Kenapa tidak berhasil?”
Masih sambil berlangsung dan memanggul bangkai lalat, semut renta itu menjawab, “Lalat itu merupakan seorang yang tak kenal mengalah dan sudah menjajal berulang kali, cuma saja beliau melakukannya dengan cara-cara yang sama.” Semut renta itu mendelegasikan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, tetapi kali ini dengan mimik dan nada lebih serius, “Ingat anak muda, bila kau melaksanakan sesuatu dengan cara yang serupa tetapi menginginkan hasil yang berbeda, maka nasib kau akan menyerupai lalat ini.”
Para pemenang tidak melaksanakan hal-hal yang berbeda, mereka cuma melakukannya dengan cara yang berbeda.
0 Komentar untuk "Kisah Semut Dan Lalat"