Teks Editorial/Opini (Pengertian, Struktur Teks, Kaidah Kebahasaan, Dan Pola Teks Editorial)

 yaitu teks yang berisi pendapat eksklusif seseorang terhadap suatu gosip Teks Editorial/Opini (Pengertian, Struktur Teks, Kaidah Kebahasaan, dan Contoh Teks Editorial)

Pengertian Teks Editorial

Teks editorial yaitu teks yang berisi pendapat eksklusif seseorang terhadap suatu isu/masalah aktual. Isu tersebut mencakup kasus politik, sosial, ataupun kasus ekonomi yang mempunyai korelasi secara signifikan dengan politik. Teks jenis ini secara teratur muncul di koran atau majalah. Dalam mengungkapkan pendapat harus dilengkapi dengan fakta, bukti-bukti, dan alasan yang logis supaya sanggup diterima oleh pembaca atau pendengar.
TEKS EDITORIAL/OPINI (Pengertian, Struktur Teks, dan Kaidah Kebahasaan Teks Editorial)


Struktur Teks Editorial

Sebuah teks editorial/opini mempunyai struktur teks yang sama dengan struktur yang membangun teks eksposisi, yaitu pernyataan pendapat (tesis), argumentasi, dan pernyataan/penegasan ulang pendapat (reiteration). Untuk lebih jelasnya lihat lah dibawah ini.

1. Pernyataan pendapat (thesis), belahan ini berisi sudut pandang penulis terhadap permasalahan yang diangkat. Istilah ini mengacu ke suatu bentuk penryataan atau sanggup juga sebuah teori yang nantinya akan diperkuat oleh argumen.
2. Argumentasi, merupakan bentuk alasan atau bukti yang dipakai untuk mempekuat pernyataan dalam tesis walaupun dalam pengertian umum, argumentasi juga sanggup dipakai untuk menolak suatu pendapat. Argumentasi sanggup berupan pernyataan umum (generalisasi) atau sanggup juga berupa data hasil penelitian, pernyataan para ahli, atau fakta-fakta yang didasari atas rujukan yang sanggup dipercaya.
3. Penyataan/Penegasan ulang pendapat (Reiteration), belahan ini berisi penguatan kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta dalam belahan argumentasi. Terdapat pada belahan simpulan teks.


Kaidah Kebahasaan Teks Editorial

Berikut akan saya jelaskan ciri kebahasaan atau kaidah kebahasaan dati teks editorial. Teks editorial mempunyai ciri kebahasaan yang diantaranya adverbia, konjungsi, verba material, verba mental, dan verba relasional. Untuk lebih jelasnya simaklah penjelasannya dibawah ini.

1. Adverbia, supaya sanggup meyakinkan pembaca diharapkan mulut kepastian yang sanggup dipertegas dengan kata keterangan atau adverbia frekuentatif, yaitu adverbia yang menggambarkan makna berafiliasi dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu. Kata-kata yang dipakai antara lain selalu, biasanya, sebagian besar waktu, sering, kadang-kadang, jarang, dan lainnya.
2. Konjungsi, merupakan kata penghubung pada teks editorial menyerupai kata bahkan.
3. Verba Material, yaitu verba yang memperlihatkan perbuatan fisik atau peristiwa.
4. Verba relasional, yaitu verba yang memperlihatkan korelasi intensitas (pengertian A yaitu B), dan milik (mengandung pengertian A mempunyai B). Verba yang pertama tergolong ke dalam verba relasional identifikatif, sedangkan verba yang kedua dan ketiga tergolong ke dalam verba relasional atributif.
5. Verba Mental, yaitu verba yang menandakan persepsi (misalnya melihat, merasa), afeksi (misalnya suka, khawatir), dan kognisi (misalnya berpikir, mengerti). Pada verba mental terdapat partisipan pengindra (senser) dan fenomena. 


Contoh Teks Editorial

Kebijakan Itu Harus Efektif Diimplementasikan
Untuk apakah sebuah peraturan dibuat? Agar sanggup diimplementasikan, lantaran peraturan itu dibentuk untuk kepentingan bersama. Apa jadinya bila peraturan dibuat, tetapi tidak efektif dilaksanakan? Pasti ada sesuatu yang tidak sempurna dalam merumuskan peraturan itu.

Mulai hari Senin (29/12) masyarakat Ibu Kota menjalani tata aturan yang gres lagi. Mulai kemarin peraturan three in one tidak lagi hanya berlaku pagi hari, tetapi juga sore hari. Setiap kendaraan beroda empat yang melintasi jalan-jalan utama Jakarta minimal harus ditumpangi tiga orang. Pada pagi hari, aturan itu berlaku pukul 07.00 hingga 10.00, sementara petang hari mulai pukul 16.00 hingga 19.00.

Ketika rencana itu mulai dilontarkan, sudah muncul keberatan dari masyarakat. Bukan hanya peraturan itu dinilai memberatkan, tetapi semenjak konsep three in one diterapkan pada pagi hari saja, efektivitas sangatlah rendah. Yang muncul yaitu joki-joki yang berdiri memperlihatkan jasa di sepanjang jalan utama itu.

Namun, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso tetap pada sikapnya. Peraturan tetap akan diberlakukan dengan sebulan masa sosialisasi.

Tentunya terlalu dini untuk mengevaluasi efektivitas peraturan itu. Namun, dari penilaian awal, para pengemudi tidak mempedulikan aturan gres itu. Petugas DLLAJR pun tidak mengambil tindakan apapun terhadap para joki.

Mengapa peraturan itu tidak efektif? Pertama, lantaran soal disiplin. Masyarakat kita, termasuk juga masyarakat Jakarta, sangat rendah tingkat disiplinnya. Mereka selalu mencari cara untuk mengakali peraturan, apalagi masyarakat tidak mendukung peraturan pembatasan itu.

Ancaman eksekusi bukanlah sesuatu yang ditakuti lantaran masyarakat paham bahwa hal yang satu itu merupakan kelemahan lain dari bangsa kita. Masyarakat pun tahu bagaimana caranya terhindar dari bahaya hukuman, yang dikenal sangat tidak tegas itu.

Alasan kedua yaitu tidak adanya alternatif bagi masyarakat untuk mendapat jasa transportasi yang sanggup menjamin mobilitas mereka. Kita tahu, Pemerintah Provinsi DKI sedang mempersiapkan sistem bus dengan jalur khusus atau busway. Namun, selain sistem transportasi alternatif itu belum berjalan, konsepnya tidak utuh untuk sanggup menjamin kebutuhan tranportasi masyarakat.

Sekarang ini justru berkembang pertanyaan baru, apakah kebijakan Primprov DKI itu tidak justru akan berlawanan dengan kebijakan Gubernur Sutiyoso yang sangat besar lengan berkuasa keinginannya untuk menciptakan Jakarta tertib. Ia mencoba membatasi orang untuk sanggup masuk Jakarta dan menggusur masyarakat maupun pedagang kaki lima yang menempati lahan yang bukan hak mereka.

Namun, bagaimana orang tidak tertarik untuk masuk Jakarta bila semua kesempatan itu gampang didapat di Ibu Kota. Meski pertarungan hidupnya keras, lebih gampang mendapat uang di Jakarta dibandingkan dengan di daerah. Di Jakarta menjadi penjaga toilet di hotel ataupun di mall saja sanggup mampu beberapa puluh ribu rupiah sehari. Jadi, tukang parkir liar, asal sanggup teriak-teriak, dengan gampang sanggup seribu atau dua ribu rupiah. Bahkan menjaga tempat perputaran jalan pun, di Jakarta sanggup mampu uang

Peluang itu ditambah lagi dengan menjadi joki. Bagi kalangan pengusaha yang harus keluar-masuk jalan utama Jakarta, apa susahnya untuk menambah satu pegawai yang sanggup menemani ia bekerja. Dengan satu sopir dan satu ajudan, maka ia sanggup bebas keluar-masuk jalan utama.

Inilah yang sebetulnya kita ingin ingatkan. Peraturan itu seharusnya dibentuk dengan mempertimbangkan segala segi secara matang. Peraturan itu juga harus mendapat santunan dari masyarakat supaya sanggup berjalan efektif.

Untuk apa peraturan dibentuk bila kemudian hanya untuk dilanggar. Begitu banyak peraturan yang kita buat, pada balasannya tidak sanggup diterapkan lantaran tidak dirasakan sebagai kebutuhan bersama oleh seluruh rakyat.

Ketika peraturan itu tidak sanggup efektif dilaksanakan, yang balasannya menjadi korban yaitu si pembuat peraturan itu sendiri. Setidaknya wibawanya menjadi turun lantaran peraturan yang dibentuk ternyata tidak bergigi.

Peraturan bukanlah sesuatu yang gampang untuk dibuat. Selain soal three in one, yang juga menjadi pembicaraan ramai masyarakat yaitu soal bunga bank.

Kita ketahui bahwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia sekitar dua pekan kemudian kembali membahas soal apakah bunga bank itu tergolong riba atau tidak. Putusan Komisi Fatwa MUI sendiri kemudian menggolongkan bunga bank itu sebagai riba. Tetapi segera ditambahkan bahwa haramnya bunga bank itu hanya berlaku di kotakota yang sudah mempunyai Bank Syariah.

Keputusan Komisi Fatwa MUI itu seharusnya dibawa dulu ke Sidang Lengkap MUI, yang melibatkan seluruh ulama, sebelum menjadi fatwa yang menjadi pegangan seluruh umat. Namun, keputusan itu sudah dikeluarkan terlebih dahulu ke masyarakat, apalagi media pun terjebak seperti itu sudah menjadi fatwa MUI.

Namun, di sini kita menangkap adanya kearifan pada jajaran pimpinan MUI. Keputusan Komisi Fatwa itu tidak dianulir, tetapi pembahasannya dalam sidang lengkap MUI ditunda hingga diperoleh waktu yang memadai untuk sanggup membahas masukan Komisi Fatwa itu secara menyeluruh.

Pimpinan MUI sangat menyadari bahwa problem ini bukanlah kasus gampang lantaran bukan hanya berkaitan dengan urusan ekonomi, tetapi juga kehidupan masyarakat banyak. Dengan tradisi yang sudah panjang, tidak sedikit umat muslim yang bekerja di bidang itu. Kalaupun kini harus diubah menjadi Bank Syariah, apakah sistemnya sanggup cepat berubah dan menunjang perkembangan Bank Syariah itu sendiri.

Begitu banyak aspek yang harus dilihat sehingga pada tempatnya bila MUI menunda keputusan itu. Sebab, pada akhirnya, sebuah peraturan itu bukan hanya harus cantik di atas kertas, tetapi sungguh bermanfaat bagi kehi-dupan masyarakat yang menjalankannya. 

Related : Teks Editorial/Opini (Pengertian, Struktur Teks, Kaidah Kebahasaan, Dan Pola Teks Editorial)

0 Komentar untuk "Teks Editorial/Opini (Pengertian, Struktur Teks, Kaidah Kebahasaan, Dan Pola Teks Editorial)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)