Lebak yaitu dataran rata dan lebar di kawasan yang rendah. Sedangkan ilining banyu yaitu fatwa air. Tentusaja air akan mengalir ke lebak, atau kawasan yang lebih rendah. Ada juga yang menyebut dengan "ledhok ilining banyu". sama saja, ledhok yaitu cekungan yang tempatnya lebih rendah. Pengertian dari peribahasa ini yaitu orang kecil, orang yang lebih lemah atau orang yang kedudukannya lebih rendah senantiasa menjadi rujukan kesalahan.
Contoh sederhana yang terkait dengan fatwa air yaitu di saat seorang petinggi berjalan-jalan ke suatu desa, menyaksikan air sungai yang jernih. Barangkali ingat masa kecil dulu, ia ingin mandi di sungai. Ia berlangsung lebih ke hulu mencari kawasan yang lebih sepi. Setelah mendapatkan kawasan yang cocok, membuka busana kemudian berendam, bahkan bermain air, nostalgia jaman dulu. Tak usang kemudian ia merasa air sungai menjadi keruh (mungkin alasannya yaitu ulahnya sendiri bermain air). Ia pun keluar dari sungai. Di hilir ia peroleh bawah umur kecil berenang-renang di sungai.
Sontak keluar marahnya. Hai bawah umur kurang ajar. Gara-gara kau ngobok-obok air tempatku mandi jadi keruh. Bocah-bocah itu cuma saling pandang, mungkin heran. Bagaimana mereka sanggup bikin keruh air yang letaknya di hulu? Tapi dasar bocah, mereka cuma terpana sesaat, habis itu mereka lanjutkan lagi bermain.
Bagaimana jikalau bukan sekedar bocah yang mandi-mandi di sungai. Desa itu terletak didekat suatu hutan yang mulai gundul. Hutan botak alasannya yaitu kayunya diambil rakyat untuk materi bakar. Mencari kayu di hutan masih menjadi budaya masyarakat. Apakah mutlak kesalahan rakyat? atau mereka kemudian menjadi sekedar “lebak ilining banyu?” alasannya yaitu lemah maka menjadi rujukan kesalahan? Tentunya mesti dicari akar masalahnya. Saya ingat-ingat lupa ihwal suatu ceritera entah betul atau tidak kejadiannya. Katanya rakyat nebang pohon alasannya yaitu disuruh Gus Dur, presiden RI waktu itu. Mereka tanya: “Gus hutan ini milik siapa?” Tentusaja dijawab “Negoro” Maksud negoro yaitu negara Republik Indonesia. Tapi dalam bahasa Jawa “negor” yaitu menebang. Makara “negoro” yaitu tebanglah.
Dalam perjalanan pulang mobil sang petinggi mogok. Pak sopir pun memperoleh makian hebat. “Dasar sopir tolol kan sudah aku bilang ribuan kali, kendaraan beroda empat dilarang terlambat servis dan tiap pagi mesti dicek seluruhnya sebelum berangkat. Makanya kau aku ingatkan untuk tiba satu jam sebelum berangkat, tujuannya mudah-mudahan sanggup cek ini itu”. Si sopir tidak berani ngomong apa-apa meskipun ia bahwasanya gres hari ini melayani sang petinggi. Sopir aslinya tergeletak di rumah sakit sejak kemarin alasannya yaitu sakit typhus.
Karena mesti memperbaiki mobil, jam 20 malam pak petinggi gres hingga rumah, disambut makian isterinya: “Dasar pria tidak pernah menepati janji. Katanya jam tujuh mau ngajak makan malam di warteg. Kalau kendaraan beroda empat mogok ya kau sewa mobil. Kan punya handphone, punya uang.” Pak petinggi tidak berani menjawab. Berani menjawab, omelan akan lebih keras.
Oh ya, ngomong-omong, yang terakhir ini tergolong “lebak ilining banyu atau bukan?” (IwMM)
0 Komentar untuk "Lebak Ilining Banyu: Yang Lebih Lemah Jadi Referensi Kesalahan"