Mulut Yang Suka Mencla-Mencle Dan Lamis Dalam Paribasan Jawa

 tujuannya mudah-mudahan lebih banyak mendengar dan menyaksikan ketimbang bicara MULUT YANG SUKA MENCLA-MENCLE DAN LAMIS DALAM PARIBASAN JAWA
Manusia mempunyai satu mulut, dua pendengaran dan dua mata, tujuannya mudah-mudahan lebih banyak mendengar dan menyaksikan ketimbang bicara. Anteng, meneng, jatmika yakni perilaku ksatria Jawa yang ada kaitan dengan bicara yakni perak dan membisu yakni emas.
 
Ajining raga dumunung ana ing pakaian dan ajining dhiri dumunung ana ing lati mengatakan bahwa raga dinilai dari pakaian yang kita kenakan namun nilai dari diri kita ada pada ucapan-ucapan kita.
 
Dalam peribahasa Indonesia kita juga mengenal ungkapan berlangsung peliharalah kaki, mengatakan peliharalah lidah. Hati-hatilah dalam bicara alasannya yakni verbal kita pun sebuah dikala sanggup mencelakakan diri kita sesuai dengan peribahasa Mulutmu macan kamu.
 
Di bawah sanggup dipirsani beberapa peribahasa Jawa yang terkait dengan ucapan-ucapan manusia:
 
 
A. MENCLA MENCLE
 
1. CANGKEM LUNYU
 
Lunyu: licin. Sesuatu yang licin mempunyai arti sukar dipegang orang yang “cangkeme lunyu” yakni orang yang kata-katanya sukar dipegang atau orang yang tida sanggup diandalkan ucapannya.
 
2. REMBUGE KAYA WELUT DILENGANI
 
Welut yakni belut, hewan yang amat licin. Tidak simpel orang menangkap belut. Walau telah di tangan, kemungkinan untuk lepas amat besar. Lenga yakni minyak. Kaprikornus belut yang telah amat licin, masih diberi pelicin lagi. Tentu semakin sukar dipegang. Adapun “rembug” yakni pembicaraan. Dapat dibayangkan mirip apa bicara orang yang rembuge kaya welut dilengani.
 
3. KAYA NGANDHUT GODHONG RANDHU
 
Pengertiannya sama, yakni orang yang omongannya mencla-mencle, sukar dipegang. Mengapa kok diumpamakan mirip daun randu, ada sobat yang memberi klarifikasi sederhana: Cobalah pegang dauh randu yang telah ditumbuk halus. Kalau dipegang terasa licin.
 
4. ESUK KEDHELE SORE TEMPE
 
Bicara yang tidak tetap, berubah-ubah menyerupai tempe. Pagi masih berupa kedelai, sore telah menjadi tempe. Dapat dibaca pada posting Sabda Pandita Ratu (3): Sindiran dari tempe.
 
5. IDU DIDILAT MANEH
 
Sesuatu yang telah diludahkan, dijilat kembali. Artinya nyaris sama dengan contoh-contoh di atas, bedanya yakni jikalau pada pola sebelumnya masih seputar obrolan orang, pada “idu didilat maneh” bukan lagi sekedar omongan namun telah menjadi kesanggupan. Sudah sanggup namun dicabut lagi.
 
6. TINGGAL TAPAK JERO
 
Tapak: jejak; Jero: dalam. Arti harfiahnya meninggalkan jejak yang dalam. Hampir sama dengan “idu didilat maneh”, bedanya jikalau pada yang pertama telah akad kemudian dicabut, yang ini juga akad namun tidak dicabut, cuma tidak ditepati. Mana yang lebih jelek? Mencabut keahlian atau tidak menepati janji. Yang satu akad mau tiba jam lima kemudian SMS jikalau batal. Sementara satunya juga akad tiba jam lima namun tidak pernah muncul.
 
7. MIDAK SUPATA
 
Midak: menginjak; Supata: sumpah. Arti harfiahnya menginjak-injak sumpah. Maknanya orang yang melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri.
 
 
B. LAMIS
 
 tujuannya mudah-mudahan lebih banyak mendengar dan menyaksikan ketimbang bicara MULUT YANG SUKA MENCLA-MENCLE DAN LAMIS DALAM PARIBASAN JAWA
1. ABANG-ABANG LAMBE
 
Abang: merah; Lambe: bibir. Ucapannya cuma mirip pemerah bibir (lipstik). Manis namun sekedar olesan. Digosok akan luntur.
 
Ucapan yang sekedar “lamis”, tidak tulus, hanya  untuk menggembirakan hati yang diajak bicara.
 
2. SIRAT-SIRAT MADU
 
Sirat-cirat: ciprat-ciprat (percik). Ucapannya sekedar percikan madu.
 
Seperti madu yang manis, maka ucapan manisnya juga bukan sesuatu yang tulus. Sekedar lumayan musuh bicaranya
 
3. CATATAN: (A)MBUNTUT ARIT
 
Yang satu ini bukan lamis bukan pula mencla-mencle. Omongannya memang enak, setidak-tidaknya di depan. Tetapi jikalau dituruti, ternyata tidak semudah itu. dalam ungkapan Jawa lainnya dibilang selaku MBENDHOL MBURI. Ada sobat memberi pola kasus, rasanya simpel untuk dipahami, yakni kredit motor. Sederhana saja awalnya: Dengan 500.000 rupiah motor sanggup dibawa pulang. Tetapi di belakang tidak semudah itu, alasannya yakni kita mesti ikuti hukum kredit. Mestinya tidak usah pakai kata-kata yang (kelihatannya) enak.
 
 
LIDING DONGENG
 
Patut disayangkan bahwa ada insan tidak menggunakan mulutnya dengan baik untuk kebaikan sesama manusia. Masih ada insan yang menggunakan mulutnya untuk kepentingan langsung sekaligus menjerumuskan orang lain.
 
Kembali sebenarnya kita diingatkan untuk hati-hati jikalau bicara. Jangan hingga bicara kita sekedar basa-basi tanpa dilandasi hati yang tulus, atau mencla-mencle yang berakibat pada sebuah dikala tidak ada lagi orang yakin terhadap kita. (Iwan MM)

Related : Mulut Yang Suka Mencla-Mencle Dan Lamis Dalam Paribasan Jawa

0 Komentar untuk "Mulut Yang Suka Mencla-Mencle Dan Lamis Dalam Paribasan Jawa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)