Mulut Yang Suka Menghujat Dan Menjelekkan Orang Lain Dalam Paribasan Jawa

Memaki (Jawa: misuh) bukannya tidak ada dalam khasanah bahasa Jawa. Bahkan tidak sedikit. Yang banyak dipakai selaku makian yaitu hewan (mulai dari jangkrik hingga anjing), kepingan badan dan keadaan badan insan (misalnya gundhulmu, ambumu), bahkan leluhur insan pun sanggup dipakai untuk mengumpat (mbahmu). Walau demikian bekerjsama orang Jawa tidak boleh memaki.
 
Demikian pula menjelek-jelekkan orang lain bukanlah ialah sifat yang terpuji. Dalam hal ini kita berhadapan dengan sikap “ngrasani” yang banyak dijalankan dimana-mana pada setiap peluang insan sanggup kumpul. Celakanya lebih banyak orang yang ngrasani jeleknya orang lain ketimbang kebaikaannya. Kalau ada orang ngrasani, kita diperlukan untuk tidak ikut-ikut nimbrung, bahkan dianjurkan menyingkir saja, mirip diungkapkan dalam peribahasa ana catur mungkur.
 
Beberapa tumpuan paribasan Jawa yang terkait dengan menghujat dan menjelekkan orang lain sanggup diwaos di bawah:
 
 
C. MEMAKI/MENGUMPAT
 
1. SABDA CANDHALA
 
Candhala dalam bahasa Kawi artinya orang nista atau orang yang jelek kelakuannya. “Sabda candhala” yaitu ucapan yang banyak dikeluarkan oleh orang-orang tersebut, antara lain marah-marah dan misuh-misuh (memaki.mengumpat).
 
2. NIBANI SABDA PURUSA
 
Purus: jalan masuk kencing laki-laki; Purusa: (orang) laki-laki; kekuasaan. Nibani sabda purusa diartikan selaku kelakuan orang yang suka memaki-maki tanpa sebab.
 
 
D. MENJELEKKAN ORANG LAIN
 
1. MIYAK WANGKONG
 
Miyak: membuka dengan kedua tangan, mirip orang membuka gorden; Wangkong: belahan (maaf) pantat. Pengertiannya yaitu sesuatu yang amat diam-diam (diibaratkan belahan pantat) kok dibuka (diwiyak) dan diceriterakan ke orang lain. Benar-benar keterlaluan
 
2. NGGEPOK WANGKONG
 
Nggepok: menyentuh, menyenggol, menyinggung. Sama dengan “miyak wangkong”. Mungkin kadarnya lebih ringan lantaran yang pertama “membuka” dan yang ini “menyentuh”. Bicara hingga menjamah diam-diam atau keburukan orang. Sama saja tidak pantasnya.
 
3. NAGA MANGSA TANPA CALA
 
Menggambarkan orang yang kemana-mana senantiasa membicarakan keburukan orang lain. Ibarat naga yang memangsa eksklusif tanpa perantaraan pembawa pemberitahuan (cala: juru kabar, pidato pembukaan).
 
 
LIDING DONGENG
 
Misuh bekerjsama yaitu wewaler atau larangan. Orang suka misuh tergolong dalam tindak deksura yang cuma dijalankan oleh kelompok orang yang tidak tahu tatakrama. Demikian pula menghujat dan menjelek-jelekkan orang lain. Disamping menyakiti hati orang, menghasilkan pitnah, salah-salah diri kita sendiri yang jadinya kena lantaran keburukan kita jadinya ketahuan.
 
Menjelek-jelekkan orang, baik di belakang maupun di depan yang bersangkutan sama tidak baiknya. Sri Pakubuwana IV lewat Serat Wulangreh sudah mengingatkan kita semua untuk tidak ngrasani dan tidak mencela. Dapat dibaca pada posting Serat Wulangreh: Aja sok angrasani dan posting Serat Wulangreh: Aja anggunggung, aja nacad musuh aja memaoni.
 
Ungkapan WIRANG MBEBARANG yaitu citra orang yang kemana-mana berbincang cela dalam dirinya. Tentusaja lewat solah muna-muni (ucapan-ucapannya) yang tidak betul mirip tumpuan di atas. Menebar keburukan orang pada hakekatnya juga menebar keburukan sendiri.
 
Ada juga sebutan lain yang lebih kasar: NGELER TAI ANA ING BATHOK (ngeler: membeber) atau NGOKER-OKER TAI ANA ING BATHOK (ngoker-oker: mengaduk-aduk). Ibarat membeber atau mengaduk-aduk tai di atas tempurung kelapa, menggambarkan orang yang suka membongkar-bongkar urusan yang pada jadinya malah mencemarkan diri sendiri. (Iwan MM)

Related : Mulut Yang Suka Menghujat Dan Menjelekkan Orang Lain Dalam Paribasan Jawa

0 Komentar untuk "Mulut Yang Suka Menghujat Dan Menjelekkan Orang Lain Dalam Paribasan Jawa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)