Sabda Pandita Ratu (2): Dongeng Wisrawa Dan Dewabrata

Melanjutkan goresan pena “Sabda Pandita Ratu: Kisah Dasarata dan Santanu” yang menggambarkan beratnya menetapi “Sabda Pandita Ratu”, bahkan keberhasilannya perlu pengorbanan, saya menjajal menuliskan pada episode ini bahwa tidak siapa pun sukses menjaga “Sabda Pandita Ratu” yang mesti “sepisan dadi” dan tidak dilanggar, lewat kisah Begawan Wisrawa dan Dewabrata. Yang satu gagal, satunya berhasil, meskipun keberhasilannya tidak “happy ending”


BEGAWAN WISRAWA


Prabu Lokawarna merupakan raja Lokapala. Pada usia bau tanah sang raja lengser keprabon dan madheg pandita berjejuluk Begawan Wisrawa dan berdomisili di padepokan Girijembangan. Kerajaan diserahkan putranya yang berjulukan menyerupai dengan orang tuanya, yakni Wisrawana, yang juga bergelar Prabu Danapati atau Prabu Danaraja.

Alkisah di kerajaan Alengka, Prabu Sumali mengadakan sayembara tanding. Siapa saja yang sanggup menerangkan makna ilmu “Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” akan dinikahkan dengan putrinya, Dewi Sukesi.

Prabu Danapati ingin mempersunting Dewi Sukesi. Tetapi ilmu Sastrajendra yang begitu tinggi itu cuma dikuasai oleh ayahnya, Begawan Wisrawa. Maka sang anak pun memohon santunan orang tuanya, dan Begawan Wisrawa bersedia mengikuti sayembara tanding demi dan atas nama anaknya, Prabu Danapati.

Singkat ceritera Begawan Wisrawa sukses menerangkan makna “Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” terhadap Dewi Sukesi. Masalahnya bukan Dewi Sukesi kemudian diboyong untuk diserahkan terhadap Prabu Danapati. Yang terjadi kedua manusia Sukesi dan Wisrawa justru saling jatuh cinta. Ada juga ceritera bahwa ilmu tersebut cuma milik para Dewa, dan Begawan Wisrawa sudah melanggar aturan Dewa. Batara Guru murka besar, kemudian merasuk ke badan Begawan Wisrawa, sementara isterinya, Batari Uma masuk ke badan Dewi Sukesi. Keduanya pun menikah. Bagi Dewi Sukesi tidak ada perkara alasannya merupakan yang sukses mengajarkan ilmu tersebut memang Begawan Wisrawa, bukan Raja Danapati. Sedangkan Begawan Wisrawa sudah melanggar akad terhadap anaknya.

Danapati tidak menyerupai Dewabrata yang seedia menyerah demi membahagiakan ayahnya. Begawan Wisrawa yang kembali ke Lokapala pun diusir. Dikemudian hari Danapati menyerbu Alengka untuk menghukum ayahnya. Ada ceritera bahwa Danapati sukses membunuh ayahnya, ada pula ceritera bahwa peperangan dilerai Batara Narada yang menerangkan bahwa Sukesi memang jodoh ayahnya. Sebagai imbalan maka Danapati akan diberi kedudukan sejajar dengan para dewa.

Mungkin merupakan eksekusi bagi Begawan Wisrawa alasannya merupakan melanggar “Sabda Pandita ratu” sekaligus mengajarkan ilmu yang tidak semestinya diajarkan. Dalam perjalanan kembali ke Alengka, Dewi Sukesi yang sudah mengandung melahirkan gumpalan daging. Gumpalan tersebut berubah menjadi jadi tiga raksasa, yaitu: Rahwana dan Sarpakenaka, keduanya bersifat angkara murka, kemudian Kumbakarna yang raksasa juga namun berbudi luhur. Ketika pertaubatan Begawan Wisrawa diterima, maka anak ke empat lahir selaku ksatria ganteng luhur budi, diberi nama Gunawan Wibisana.


DEWABRATA (BISMA SEMASA MUDA)


Dewi Satyawati, istri Prabu Santanu melahirkan dua putra: Citragada dan Wicitrawirya. Ketika di Kerajaan Kasi (Jawa: Giyantipura) mengadakan sayembara tanding untuk memperebutkan tiga puteri: Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambiki, maka Dewabrata berangkat atas nama kedua adik tunggal bapaknya. Ia sukses mengalahkan semua penerima dan memboyong ketiga puteri.

Dewi Amba yang menurut dongeng bahu-membahu sudah punya tunangan Raja Salwa (Jawa: Citramuka) minta dikembalikan ke Salwa. Dewabrata membolehkan namun Salwa atau Citramuka merasa sudah menjadi pecundang sehingga ia menolak Dewi Amba. Dewabrata lah yang berhak memiliki Dewi Amba.  Nasib Dewi Amba jadi terkatung-katung: Ditolak raja Salwa, aib kembali ke rumah, namun juga tidak mau menjadi isteri Raja Hastina. Ia menghendaki dinikahi sang penakluk, yakni Dewabrata. Sementara Dewabrata yang sudah terikat sumpah untuk wadat (tidak menikah) tentusaja menolak.

Kemanapun Dewabrata pergi, Dewi Amba mengikuti. Dewabrata (Bisma) menakut-nakuti dengan panah. Karena terlalu usang dipegang, jari-jarinya berkeringat, lepaslah anak panah ke dewi Amba yang mengakibatkan kematiannya. Bisma menangis meratapi kesalahan dan nasibnya. Sebelum meninggal, Dewi Amba berpesan bahwa ia akan menitis ke badan Dewi Srikandi, anak Raja Drupada dari Pancalaradya. Disitulah kelak, dalam perang agung Bharatayuda, mereka akan dipersatukan kembali.


LIDING DONGENG

Melanggar “Sabda Pandita Ratu” ada risikonya. Dalam kisah ini Begawan Wisrawa mendapat keturunan raksasa paling angkara, Rahwana. Kokoh demi “Sabda Pandita Ratu” dalam kisah Dewabrata juga sanggup selsai pilu. Kembali terhadap keyword “memegang komitmen”, maka Begawan Wisrawa punya komitmen pada orang lain (anak) sedangkan Dewabrata punya komitmen pada diri sendiri. Yang pertama gagal, yang kedua sukses walau berdarah-darah. (IwMM)

Dilanjutkan ke Sabda Pandita Ratu (3): Sindiran dari tempe

Related : Sabda Pandita Ratu (2): Dongeng Wisrawa Dan Dewabrata

0 Komentar untuk "Sabda Pandita Ratu (2): Dongeng Wisrawa Dan Dewabrata"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)