Cangkriman 2A: Jenis Dan Kaidah (Wancahan, Pepindhan Dan Blenderan)




 

Melanjutkan Cangkriman 1:  Penggunaan Sehari-hari Cangkriman” bukanlah sekedar olah tutur yang “waton nyatur” (asal bunyi) alasannya merupakan disamping ada beberapa jenis cangkriman, eksekusinya pun  juga pakai kaidah.

Jadi tidak terlampau gampanglah orang menghasilkan cangkriman. Supaya kita  mampu merakit suatu  cangkriman tergolong menjawabnya, dikehendaki kecerdasan, kreativitas dan wawasan. Ada empat jenis “cangkriman” yakni “cangkriman wancahan, pepindhan, blenderan dan tembang”


1. CANGKRIMAN WANCAHAN

Wancahan” dalam bahasa Indonesia merupakan singkatan. “Cangkriman wancahan” merupakan cangkriman “akronim”. Tapi ada rumusnya, yakni yang dipakai merupakan satu atau dua suku kata terakhir. Bukan suku kata terdepan, tengah, atau campuran. Kita pasti tahu abreviasi “Gakin dan Maskin”. Yang satu “keluarga miskin” dan satunya “masyarakat miskin”. Mana yang benar menurut tatacara Jawa? Tentusaja “Gakin” alasannya merupakan menggunakan suku kata terakhir dari tiap kata. Beberapa teladan “cangkriman wancahan” antara lain:
  • Kabaketan: “Nangka datang ning suketan” (Nangka jatuh di rerumputan). Perhatikan yang dipakai merupakan satu dan dua suku kata terakhir
  • Wiwawite lesbadhonge jatos lempuk: “Uwi dawa wite tales amba gdhonge jati atos pelem empuk. Biarpun panjang, abreviasi tetap bisa menggunakan suku kata terakhir saja. (catatan: Uwi sejenis umbi yang menjalar)
  • Ling cik tu tu ling ling yu: Mirip ucapan Cina, tetapi tetap abreviasi dengan suku kata terakhir. “Maling mancik watu, watu nggoling maling mlayu”. (Maling naik batu, kerikil terguling maling lari”. Dewasa ini banyak abreviasi yang dimirip-miripkan bahasa Cina tetapi amati akronimnya niscaya adonan suku kata depan dan akhir.

2. CANGKRIMAN PEPINDHAN

Pepindhan” merupakan analogi. Kaprikornus kita menyebutkan sifat suatu barang atau kondisi untuk dijawab. Pada biasanya “cangkriman pepindhan” disampaikan dalam satu kalimat. Sebagai teladan antara lain:
  • Yen esuk sikile papat, awan sikile loro bareng sore sikile telu (waktu pagi kakinya empat, siang kakinya dua, saat sore kakinya tiga). Jawabnya “Manusia” Masih bayi merangkak, kakinya empat, sehabis sampaumur bisa jalan kakinya dua dan sehabis bau tanah pakai tongkat, kakinya empat.
  • Yen mandheg sikile sepuluh yen mlaku sikile loro (kalau berhenti kakinya sepuluh saat jalan kakinya dua). Jawabnya Orang jualan makanan dengan pikulan. Contohnya orang jualan sate ayam yang dipikul. Ketika berjalan,pikulan diangkat maka kaki yang 4X2 tidak menapak di tanah, tinggal kaki yang jualan. Pengembangan dari “cangkriman” ini merupakan “yen mandheg sikile 14” jawabnya orang jualan bawa kursi untuk duduk. Dingkliknya berkaki empat.
  • Dikethok malah tambah dhuwur (dipotong malah tambah tinggi). Jawabnya celana
  • Mboke dielus-elus anake diidak-idak (ibunya dielus-elus anaknya diinjak-injak). Jawabnya “tangga” yang dipakai untuk memanjat.

3. CANGKRIMAN BLENDERAN (PLESETAN)

Kalimatnya terang tetapi tujuannya bukan itu. Biasanya tidak terlampau sukar ditebak. Beberapa teladan antara lain:
  • Wong dodol tempe ditaleni (Orang jual tempe ditaleni). Maksudnya yang diikat bukan orang yang jualan tempe tetapi talinya. Di pasar tradisional masih banyak kita temui tempe yang diikat daun, bisa daun pisang atau daun jati kemudian mudah-mudahan kemasan tidak lepas maka perlu diikat.
  • Gajah ngidak endhog ora pecah (Gajah menginjak telur tidak pecah). Jelas yang dimaksud bukan telurnya yang tidak pecah melainkan gajahnya.
  • Yang satu ini agak moderen: Gajah numpak becak ketok apane? (Gajah naik becak kelihatan apanya). Jawabnya: Ketok ndobose (kelihatan membualnya) -IwMM

Related : Cangkriman 2A: Jenis Dan Kaidah (Wancahan, Pepindhan Dan Blenderan)

0 Komentar untuk "Cangkriman 2A: Jenis Dan Kaidah (Wancahan, Pepindhan Dan Blenderan)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)