[Enggon: Tempat; Welut: Belut; Didoli: Dijuali; Udhet: Belut kecil]. Arti peribahasa ini yaitu “Orang cerdas (dalam hal ini diwakili belut) ditunjuki kepandaian yang tidak seberapa (melalui perwakilan udhet). Apa ya ada kendala menyerupai ini?
- Kalau kita merasa ndeso pastinya tak akan berani pamer kepandaian dihadapan orang yang lebih tinggi ilmunya.
- Tapi kalau kita di pihak yang merasa lebih pandai? Misalnya saja kita selaku boss kemudian ada staf berani beralasan dan kita patahkan. Benarkah bila kemudian kita katakan: “Berani-beraninya dia, enggon Welut didoli Udhet”. Jawabnya dapat benar dapat salah. Benar (walau tidak terlampau benar) kalau kita betul-betul lebih cerdas secara intelektual. Sebaliknya salah kalau kemenangan alasan kita alasannya yaitu kita selaku boss punya posisi lebih kuat.
Lalu yang benar dan “pener” yang menyerupai apa? Memahami peribahasa Jawa tidak selamanya gampang. Sering kita mesti menyaksikan latar belakang “apa” yang dijadikan perumpamaan. Kali ini sample nya yaitu “Belut dan Udhet” hewan yang licin, sehingga sulit ditangkap kecuali dengan tip and trick tertentu. Meminjam peribahasa “Licin bagai Belut” maka orang yang menyerupai itu niscaya “trick” nya (yang berkonotasi kurang baik) banyak. Kaprikornus pengertian “Enggon Welut didoli Udhet” ini niscaya menyangkut sikap yang sarat "trik" tidak terpuji.
Contoh sederhana pengertian peribahasa ini selaku berikut: Di suatu kampung yang kehidupan bertetangganya masih baik, salah satu pengaruh negatifnya yaitu orang simpel pinjam-meminjam barang atau uang. Suatu di saat sebut saja namanya Bu Srikandi pinjam duit ke Bu Larasati. Katakan Rp 500.000. Tidak ada masalah, duit 500.000 rupiah pun diberikan Bu Srikandi. Uangnya ada dan sama tetangga masa tidak mau menolong di saat dibutuhkan.
Masalah muncul di saat Bu Srikandi tidak mengembalikan duit sesuai waktu yang dijanjikan. Berapa kali ditagih senantiasa ada saja alasannya. Menggunakan Debt Colector tentusaja tidak masuk dalam pikiran Bu Larasati. Setelah menagih sekian kali gres dikembalikan Rp 100.000, suatu di saat Bu Larasati bertandang ke tempat tinggal Bu Srikandi. Bilang kalau mau jagong manten, tidak memiliki giwang. Kalau boleh, mau pinjam giwang Bu Srikandi yang ahad kemudian dipakai waktu menghadiri hajatan di rumah pak Sadewa. Kebetulan mata giwangnya cocok dengan baju yang mau dipakai. Selesai jagong manten giwang akan dikembalikan.
Nasib baik Bu Srikandi, telinganya pas tidak pakai giwang. Dia bilang kalau tiga hari kemudian giwangnya digadaikan, jadi tidak bisa bantu. Bu Larasati pun pulang dengan tangan hampa. Sepulang Bu Larasati, Bu Srikandi pun tertawa. Dalam hati ia berkata: “Aku tahu maksudmu. Kalau giwang saya berikan maka akan dipakai jaminan supaya saya secepatnya melunasi hutangku. Dasar bodho, enggon welut kok didoli udhet”. (IwMM)
0 Komentar untuk "Enggon Welut Didoli Udhet"