Gugon Tuhon

Gugu: Menurut, mengikuti pendapat/nasihat; Tuhu: Setia. Dengan demikian pemahaman “Gugon tuhon” yakni mengikuti dengan setia dan “tanpa reserve”, pokoknya ikut. Pada lazimnya pesan yang tersirat dalam “gugon tuhon” bersifat “wewaler” atau larangan. Rumusnya adalah: “Jangan melakukan .... nanti akan ..... “. Secara biasa “gugon tuhon” sanggup dibagi menjadi tiga macam selaku berikut:


1. WEWALER

Gugon tuhon yang bersifat “wewaler” untuk keturunan orang tertentu. Contoh sederhana yakni pada waktu saya menghadiri sebuah kondangan, ada sajian daging angsa, kemudian saya sakit hingga seminggu, sehabis sembuh saya mengatakan: Anak cucu saya jangan hingga ada yang makan daging angsa, alasannya yakni akan sakit berat. Karena semua anak saya “nggugu” dan “mituhu” sama bapaknya, maka tidak ada yang berani makan daging angsa. Mereka akan menyodorkan pada anak-anaknya dan seterusnya. Larangan makan daging belibis menjadi “wewaler” untuk keturunan saya. 

Saya tidak membahas hal ini lebih lanjut, kecuali satu hal, bahwa pantangan makanan dari segi kesehatan sanggup ada benarnya. Ada penyakit-penyakit yang diturunkan dari orang bau tanah ke anaknya. Misalnya kencing manis. Andaikan saya seorang penderita diabetes kemudian memberi wasiat agar garis keturunan saya memperhatikan intake karobohidrat mudah-mudahan kakinya tidak busuk, ada unsur benarnya juga, meskipun tidak semua keturunan saya akan kena diabetes, dan yang kena diabetes belum pasti kakinya busuk. 
 

2. MENYEMBUNYIKAN PITUTUR BAIK TETAPI TANPA PENJELASAN
Gugon tuhon yang menyembunyikan pesan yang tersirat tetapi tidak diberi penjelasan. Umumnya terkait dengan sikap manusia. Gugon tuhon ini menurut saya kok baik. Hanya saja di jaman terbaru ini sebaiknya diterangkan reasoningnya apa. Jangan sekedar “ora ilok” atau akan ditelan buaya, dan sebagainya. Beberapa teladan dari gugon tuhon jenis ke dua ini antara lain:
Jangan suka mengintip, nanti “timbilen” (bisul kecil pada kelopak mata). Mengintip (melihat secara sembunyi-sembunyi lewat celah/lobang) memang perbuatan tercela. Kalau tertangkap berair sanggup dipukuli orang banyak atau mata yang mengintip dicolek pakai jari sanggup muncul luka.
Barang yang sudah kamu berikan orang lain jangan diminta kembali, nanti “gondhongen” (pembengkakan pada leher). Ini juga perbuatan tidak terpuji: barang sudah diberikan kok diminta kembali. Berarti waktu memberi hati kita tidak ikhlas.
Jangan meludahi sumur, nanti bibirmu “suwing” (sumbing). Tentusaja ini perbuatan tidak baik. Sumur kan sumber air minum orang banyak,  lebih-lebih jikalau yang meludah punya penyakit yang ditularkan lewat ludah dan bibit penyakitnya sanggup hidup di air. 
Jangan duduk di atas bantal nanti pantatmu bisulan. Bantal dipakai untuk ganjal kepala kok dipakai untuk ganjal pantat. Celana kita juga tidak selamanya higienis dikarenakan sudah kita pakai kemana-mana dan duduk dimana-mana pula. 
Masih banyak lagi wewaler yang seumpama ini. “Message”nya manis tetapi “reasoning”nya terlalu berlebih-lebihan dan tidak sanggup dimengerti nalar sehat. Entah mengapa dibentuk demikian mungkin pada masa itu untuk melarang perbuatan tercela perlu ditakut-takuti. Dalam bahasa Indonesia pun ada juga hal semacam ini. Coba amati lagu “Nina Bobo” ........ jikalau tidak bobo digigit nyamuk. Padahal nyamuk gigit di saat orang tidur. Kecuali sehabis si anak tercinta bobo, ibunya memasang kelambu dengan baik, atau sebelumnya kamar tidur sudah disemprot dan lobang ventilasi tertutup kasa. Barulah bobo tidak digigit nyamuk.

3. MESSAGE DAN REASONING TIDAK MASUK AKAL

Gugon tuhon yang betul-betul gugon tuhon, “Message” dan “reasoning” sama-sama tidak masuk akal. Beberapa teladan “gugon tuhon” jenis ke tiga ini antara lain:
Anak kecil dihentikan makan “brutu” ayam nanti menyesal di belakang hari (brutu bab ekor ayam). Memang brutu rasanya enak, jadi tidak untuk anak kecil. Tapi jikalau dikaitkan dengan kebahagiaan di belakang hari, rasanya tidak masuk akal.
Anak kecil dihentikan makan telur nanti kudisan. Apa hubungan antara telur dan kudis kecuali alergi telur.
Anak kecil dihentikan makan kelapa parut, nanti “kreminen” (keluar cacing kremi). Bagaimanapun kelapa ialah sumber protein nabati
Wanita hamil dihentikan makan pisang yang dempet, nanti melahirkan anak kembar (siam). Untung pisang dempet (dua buah pisang melekat jadi satu) cuma sedikit. Andaikan yang dempet lebih banyak dari yang tidak dempet, salah satu sumber asupan gizi ibu hamil akan berkurang.
Wanita hamil dihentikan makan lele nanti kepala anaknya besar dan sulit keluar waktu proses melahirkan. Lele yakni sumber protein hewani.
Wanita hamil dihentikan makan jantung pisang nanti anaknya akan mengecil. Dan masih banyak lagi.

Waktu bertugas di Maluku Utara lebih 30 tahun yang lalu, penyakit campak juga memiliki “gugon tuhon” yang mengerikan. Anak yang kena campak cuma diberi busana putih, semua ventilasi kamar ditutup. Hanya boleh minum air putih. Pokoknya serba putih. Lebih andal lagi, penduduk yang jikalau ke dokter tidak disuntik merasa belum diobati, maka untuk sakit campak justru berlaku kebalikannya. Tidak boleh disuntik. Kalau anak dibawa sudah dalam kondisi kelemahan cairan tubuh dan sesak napas alasannya yakni komplikasi pleumonia (radang paru). Sebenarnya anak perlu di-infus dan obat masuk lewat suntikan. Saat itu simpulan hayat akhir campak diterima dengan baik selaku sesuatu yang wajar. Untunglah berkat adanya imunisasi campak yang diberikan selaku imunisasi berkala dan gratis, serta makin baiknya tingkat wawasan masyarakat, hal ini kini sudah jarang terjadi.
Masih banyak pantangan-pantangan seumpama ini. Menurut saya gugon tuhon yang ke tiga inilah yang prioritas untuk diluruskan. Lebih-lebih banyak kaitannya dengan makanan dengan sasaran ibu hamil dan anak-anak. Makanan amat mempengaruhi status gizi seseorang sementara ibu hamil dan anak memerlukan asupan gizi yang baik. Anak masih akan berkembang kembang dan ibu hamil mesti melahirkan anak yang sehat Anak dan ibu tergolong sasaran Millennium Development Goals 2015.
 
PENUTUP
Itulah “gugon tuhon”. Adalah tantangan kita untuk meluruskan. Yang mengandung “pitutur” kita jelaskan apa yang tersirat sedangkan yang tidak masuk akal, kita hilangkan lewat penyuluhan, utamanya penyuluhan kesehatan terhadap penduduk (IwMM).

Related : Gugon Tuhon

0 Komentar untuk "Gugon Tuhon"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)