Orang “gunggungan” yakni orang yang suka dipuji-puji, dalam dasanama Jawa lainnya disebut orang “bombongan” atau "umpakan". Kalau telah dipuji-puji maka lepaslah remnya. Tidak cuma lepas uangnya apabila ia orang berduit, tapi juga lepas mulutnya sehingga diam-diam eksklusif bahkan diam-diam negara pun sanggup keluar. Orang yang suka “nggunggung” yakni orang yang suka memuji berlebihan. Obyek kebanggaan banyak, apapun sanggup dipakai untuk memuji meskipun sering tak sesuai dengan kenyataan. “Wah anda tambah cakep dengan baju ini” padahal sesungguhnya bukan tambah gagah. Bajunya mahal tapi tidak serasi.
PESAN UNTUK YANG SUDAH JADI ORANG
Dalam hal ini Sri Pakubuwana IV menngingatkan lewat Serat Wulangreh pupuh Kinanti bait ke tiga:
Terjemahannya bebasnya selaku berikut:
Kalau telah menjadi orang besar (tinitah wong agung), jangan gunggungan. Jangan bersahabat dengan orang yang tidak baik kelakuannya. Tak urung akan ajak-ajak dan hasilnya tertular kejelekannya.
Orang besar mesti hati-hati sebab niscaya banyak jadi sasaran para penggunggung, yang mempunyai motif pribadi. Kalau ia punya sifat gunggungan, begitu sanggup gunggungan ia menjadi lemah dan mudah dipengaruhi.
PESAN UNTUK KAWULA MUDA
Di atas yakni perayaan untuk seorang yang telah jadi “orang”. Tentusaja amat ancaman apabila seorang petinggi punya sifat gunggungan. Tidak cuma terhadap orang besar, Sri Sunan Pakubuwana IV justru lebih banyak berpesan ihwal sifat “gunggungan” ini terhadap kawula muda. Masih dalam pupuh Kinanthi, pada bait ke delapan, kemudian pada pupuh Gambuh bait ke 10 dan 11 disebutkan selaku berikut:
Adapun Terjemahan pupuh Kinanthi bait ke delapan:
8. Dan orang-orang muda pada masa sekarang ini, sifat rendah hati ditinggalkan, suka digunggung, angkuh dan merasa andal sendiri (kumenthus dan kumaki)
Cukup keras peringatannya. Masih dilanjutkan lagi dalam Pupuh Gambuh terkait dengan sifat Adigang Adigung Adiguna pada bait ke sebelas dan duabelas, dengan terjemahannya selaku berikut:
11. Ketiganya (maksudnya: Adigang Adigung Adiguna) tidak pantas, apabila ditiru akan jadi salah. Tanda-tandanya yakni anak muda yang tidak sanggup simpan rahasia, suka digunggung, dan hasilnya terjerumus.
Sedangkan terjemahan bait ke 12:
12. Anak muda yang terlalu gunggungan, menjadi amat tolol (kumprung), kosong (pengung)dan bingung, hasilnya terguling. Kalau digunggung ia akan membesar (muncu-muncu)seperti bisul yang nyaris pecah.
Jelas sekali dibilang bahwa orang yang terpengaruhi “gunggung” akan hilang akalnya. Tapi digunggung itu nikmat, jadi kita akan terlena dibuatnya. Sri Sunan menggambarkan orangnya membengkak seumpama bisul yang hendak pecah.
Kita sendiri juga sering memberi citra nyaris sama. Kalau ada orang “menggunggung”, kita katakan “wah topiku sesak”. Bila orang itu tahu diri maka ia akan menghentikan “gunggungannya” Yang jelas, kita mesti hati-hati sebab tidak ada orang “menggunggung” tanpa maksud. Penjelasannya pada goresan pena selanjutnya, Serat Wulangreh: Orang Nggunggung pasti ada maunya. (IwMM)
0 Komentar untuk "Serat Wulangreh: Jangan Menjadi Orang Gunggungan"