Penguasaan ilmu lahir dan batin tercermin dalam kalimat “Ing sasmita amrih lantip” pada Serat Wulangreh, anggitan Sri Pakubuwana IV, pada Pupuh Kinanti bait pertama.
Umumnya yang terbayang dalam pikiran kita yakni lewat nglakoni atau tirakat yang interpretasinya sanggup macam-macam: Mulai dari yang paling sederhana, misalnya mutih, hingga menyepi di tempat-tempat sunyi dan wingit. Tetapi apakah gotong royong demikian? Kita lihat saja bait pertama pupuh Kinanthi di bawah, seperti apa tindakan atau "laku" untuk nggegulang kalbu yang seharusnya kita lakukan amrih lantip.
Terjemahannya: Latihlah kalbumu (padha gulangen ing kalbu); Supaya kau menguasai “sasmita” (ilmu lahir dan batin); sehingga menjadi pandai (lantip). Jangan cuma makan (mangan) dan tidur (nendra); Berkonsentrasilah pada keperwiraan (kaprawiran den kesthi atau kaesthi); upayakan dengan betul-betul (pesunen) dirimu; Kurangilah (cegahen) makan (dhahar) dan tidur (guling).
Saya menimba ilmu tembang ini telah lama. Sudah lupa juga apakah semasa SD atau SMP. Yang terang diajarkan di sekolah. Penjelasan ibu guru saya waktu itu “Belajarlah yang rajin, jangan cuma makan dan tidur melulu”. Sederhana namun pas, untuk ukuran anak-anak.
EMPAT KATA KUNCI
Yang saya heran, mengapa bait ke dua seumpama pada gambar di sebelah, dahulu tidak diajarkan. Padahal bait ke dua Pupuh Kinanti ini lebih menerangkan lagi makna “Padha gulangen ing kalbu” dan “Pesunen sariranira” selaku berikut:
Supaya dijadikan “laku”mu (Laku: sanggup diartikan tindakan dasar untuk menguasai ilmu lahir dan batin); Kurangi makan (dhahar) dan tidur (guling); Jangan suka foya-foya/hura-hura (kasukan-sukan); Berpakaianlah yang sederhana (anganggoa sawatawis); Jelek etika orang berfoya-foya; Karena akan meminimalisir kewaspadaan (prayitna) batin.
Jadi ada empat keyword untuk “laku ing sasmita amrih lantip”. "Laku" mengendapkan ilmu lahir dan batin sehingga kita cerdik dan waskitha:
1. Pertama: Kurangi makan;
2. Ke dua: Kurangi tidur;
3. Ke tiga: Jangan foya-foya;
4. dan ke empat: Sederhana.
2. Ke dua: Kurangi tidur;
3. Ke tiga: Jangan foya-foya;
4. dan ke empat: Sederhana.
Disebut pula bahwa foya-foya meminimalisir kewaspadaan batin. Berarti akan menjadi orang yang “tidak tanggap ing sasmita”.
NGELMU IKU KELAKONE KANTI LAKU
NGELMU IKU KELAKONE KANTI LAKU
Di kawasan lain dalam Serat Wedhatama, Anggitan Sri Mangkunegara IV dalam Pupuh Pucung, Bait pertama pada gambar di sebelah, disebutkan:
Ilmu itu sanggup dicapai dengan “laku”; Diawali dengan kemauan memiliki efek (Kas, akas: kuat); artinya “kas” memberi kekuatan; Selanjutnya perlu dilandasi janji untuk menaklukkan nafsu angkara.
KESIMPULAN
Jadi: Empat “Laku” sesuai keyword di atas mesti dilandasi kemauan memiliki efek (kas) , yang mau memberi kekuatan untuk menaklukkan nafsu angkara. Menjadi “lantip” dan “tanggap ing sasmita” memang bukan mudah. Rumusnya sederhana sebenarnya: Kemauan kuat + Laku = Lantip. (IwMM).
0 Komentar untuk "Serat Wulangreh: “Laku Ing Sasmita Amrih Lantip”"