MENERIMA kenyataan anak menderita penyakit berat memang tidak mudah. Pada tahap permulaan banyak orangtua yang memutuskan untuk merahasiakan anak dari penyakit yang diderita.
Namun, menurut psikolog keluarga Anna Surti Ariani semestinya orangtua menyampaikannya terhadap anak dengan bahasa sesuai dengan kesanggupan dan pengertian anak.
Jika sang anak masih balita, orangtua sanggup menggunakan kata-kata sederhana untuk ungkapan penyakit, seumpama ‘darahnya sedang berperang’, kemudian ‘badannya membesar.
“Tapi di saat anak telah belajar, (dalam permasalahan leukemia) seumpama leukosit, maka bisa bicara dengan ungkapan yang ia pahami,” kata psikolog yang dekat diundang Nina seumpama dikutip dari Kompas.com, Jakarta, Senin (23/7/2018).
Dia mencontohkan, pada anak usia sekolah penyakit bisa diterangkan sesuai ungkapan yang dimengerti seumpama sel darah putih dan lain-lain. Sementara itu orangtua bisa menyediakan respon sesuai keadaan emosionalnya.
Meskipun anak telah duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama dan paham soal penyakit, ia bisa saja belum siap dari sisi emosi. Menurut psikolog yang disapa Nina ini, memutuskan untuk tidak merahasiakan penyakit berpengaruh positif untuk menyingkir dari keadaan yang tak diinginkan.
Dia mencontohkan, jika orangtua merahasiakan, tetapi anak usang kelamaan tahu sendiri, maka hal itu dapat menghasilkan kekerabatan antara anak-orangtua tak nyaman. “Misalnya seperti, ‘Oh ia enggak kasih tahu aku, saya juga enggak mau terbuka ah’,” kata Nina.
Padahal, menurut Nina, kekerabatan dengan keluarga itu menjadi salah satu aspek penting penyembuhan. Semakin membaik suatu hubungan, maka anak penyembuhan bisa lebih optimal.
Lantas bagaimana jika anak terus-menerus bertanya? Nina menyarankan orangtua mesti lebih bijak menyikapi dan menjawab, sambil memotivasi untuk menjalani proses pengobatan.
Jika merasa ‘jengah’ dengan pertanyaan anak, orangtua bisa kembali membalikkannya ke anak seperti, ‘Hayo kemarin mama bilang apa? dengarin enggak?’.
“Memang anak akan tanya terus. Kenapa ia tanya? Satu sisi, ia belum paham dari klarifikasi sebelumnya, tetapi sisi lain ia juga ingin temukan rasa tenteram bahwa orangtuanya bersedia menjawab,” kata Nina.
Sumber: Kompas.com Sumber https://www.parentnial.com/
Namun, menurut psikolog keluarga Anna Surti Ariani semestinya orangtua menyampaikannya terhadap anak dengan bahasa sesuai dengan kesanggupan dan pengertian anak.
Jika sang anak masih balita, orangtua sanggup menggunakan kata-kata sederhana untuk ungkapan penyakit, seumpama ‘darahnya sedang berperang’, kemudian ‘badannya membesar.
“Tapi di saat anak telah belajar, (dalam permasalahan leukemia) seumpama leukosit, maka bisa bicara dengan ungkapan yang ia pahami,” kata psikolog yang dekat diundang Nina seumpama dikutip dari Kompas.com, Jakarta, Senin (23/7/2018).
Photo by: Annie Spratt |
Meskipun anak telah duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama dan paham soal penyakit, ia bisa saja belum siap dari sisi emosi. Menurut psikolog yang disapa Nina ini, memutuskan untuk tidak merahasiakan penyakit berpengaruh positif untuk menyingkir dari keadaan yang tak diinginkan.
Dia mencontohkan, jika orangtua merahasiakan, tetapi anak usang kelamaan tahu sendiri, maka hal itu dapat menghasilkan kekerabatan antara anak-orangtua tak nyaman. “Misalnya seperti, ‘Oh ia enggak kasih tahu aku, saya juga enggak mau terbuka ah’,” kata Nina.
Padahal, menurut Nina, kekerabatan dengan keluarga itu menjadi salah satu aspek penting penyembuhan. Semakin membaik suatu hubungan, maka anak penyembuhan bisa lebih optimal.
Lantas bagaimana jika anak terus-menerus bertanya? Nina menyarankan orangtua mesti lebih bijak menyikapi dan menjawab, sambil memotivasi untuk menjalani proses pengobatan.
Jika merasa ‘jengah’ dengan pertanyaan anak, orangtua bisa kembali membalikkannya ke anak seperti, ‘Hayo kemarin mama bilang apa? dengarin enggak?’.
“Memang anak akan tanya terus. Kenapa ia tanya? Satu sisi, ia belum paham dari klarifikasi sebelumnya, tetapi sisi lain ia juga ingin temukan rasa tenteram bahwa orangtuanya bersedia menjawab,” kata Nina.
Sumber: Kompas.com Sumber https://www.parentnial.com/
0 Komentar untuk "Bolehkah Orangtua Merahasiakan Anak Dari Penyakit Yang Dideritanya?"