Membangun Atmosfir Kelas Yang Menyenangkan

“ Horeeee   …! “, begitulah suasana riuh gembira di saat bel berbunyi membuktikan usainya les matematika yang diajarkan oleh pak Umar Bakri. Mereka merasa merdeka, lega, menyerupai orang yang gres keluar dari penjara. Begitulah realita kelas–kelas sekolah kita. Sebagian besar siswa kita merasa bahwa sekolah yakni penjara. Belajar yakni membosankan. Mengapa ?

Tony Buzan, seorang pengamat pendidikan mengatakan: “ Setelah saya melaksanakan observasi selama 30 tahun perihal perkumpulan orang perihal terhadap kata “belajar“, saya mendapatkan sepuluh kata dan konsep, yaitu: membosankan, ujian, pekerjaan rumah, buang–buang waktu, hukuman, tidak relevan, penahanan, idih/aiih (yuck), benci dan takut“.

Hasil observasi Tony Buzan memang pas dengan kondisi mencar ilmu kelas–kelas sekolah kita. Tiada hari tanpa PR, jangan ribut kalau mencar ilmu , yang tidak sanggup mengakhiri soal kena hukuman, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu bikin atmosfir/suasana kelas yang kaku dan membosankan.

Atmosfir / Suasana Kelas 
Penelitian memamerkan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas di saat pembelajaran berjalan yakni penentu psikologis utama yang mempengaruhi mencar ilmu akademis (Walberg dan Greenberg, 1997). Suasana atau kondisi ruangan kelas memamerkan arena mencar ilmu yang sungguh dipengaruhi emosi. Sangat diusulkan terhadap para guru  sebelum memulai pelajaran, rancanglah suasana kelas mudah-mudahan tercipta suasana yang menyenangkan, sehingga perasaan/emosi siswa nyaman  dan rela mendapatkan materi pelajaran.

Dalam buku Quantum Teaching, Bobbi de Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer–Nourie, menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu dibangun untuk bikin suasana/ atmosfir kelas yang refresh dan mengasyikkan yakni selaku berikut:

1.Niat / Keyakinan
Niat kokoh / kepercayaan seorang guru, atau kepercayaannya akan kemampuannya dan motivasi siswa haruslah terlihat terang di saat pembelajaran berlangsung. Guru mesti ber asumsi bahwa anak didiknya yakni anak–anak jenius dan pintar dan dirinyapun yakni guru yang top. Hal ini sungguh perlu mudah-mudahan sang guru termotivasi untuk semangat mengajar. Karena dalam kebiasaan sehari–hari, sikap guru terang terlihat bertentangan di saat ia berhadapan dengan siswa kalangan pintar dan kalangan yang kurang pintar. Dengan kalangan pintar, guru-guru condong banyak senyum, lebih  akrab, mengatakan dengan cara yang lebih intelektual dan sarat humor, menggunakan kosakata yang lebih tepat dan bertindak sarat kematangan, sabar dan enerjik. Namun, dengan kalangan yang kurang pintar, guru-guru condong mengatakan keras dan lambat, jarang tersenyum, berinteraksi pada tingkat  instruksionil, dan condong diktatorial dan tidak sabar. Dengan kata lain, guru-guru memperlakukan siswa sesuai dengan status mereka, selaku pelaku akademis tingkat tinggi dan rendah.

Dalam buku Education on the Edge of Possibility, Renate Nummela Caine dan Geoffrey Caine, menyatakan: “ Keyakinan guru akan potensi insan dan kesanggupan semua anak untuk mencar ilmu dan berprestasi ialah suatu hal yang penting diperhatikan. Aspek–aspek teladan mental guru mempunyai efek besar terhadap iklim mencar ilmu dan pemikiran pelajar yang diciptakan guru. Guru mesti mengerti bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan besar lengan berkuasa kokoh pada proses belajarnya“. (Caine dan Caine, 1997).

Peran Emosi dalam Belajar
Memperhatikan emosi siswa sanggup menolong guru mempercepat pembelajaran mereka. Memahami emosi para siswa juga sanggup bikin pembelajaran lebih memiliki arti dan permanen. Harus dikenang bahwa minat dan  motivasi siswa berhubungan erat dengan emosi mereka. Jika perasaan siswa tidak senang, bosan, terancam, tegang di saat mencar ilmu sanggup dijamin bahwa mereka tidak melaksanakan proses pembelajaran, namun mereka bertempur melawan perasaan mereka sendiri dan berharap proses pembelajaran secepatnya berakhir. 

Hasil observasi perihal otak memamerkan bahwa adanya kekerabatan antara keterlibatan emosi, memori jangka panjang, dan belajar. Peneliti dan psikolog kognitif, Dr. Daniel Goleman menjelaskan:
“ Dalam tarian perasaan dan pikiran, kekuatan emosi menuntun keputusan kita di saat demi saat, melakukan pekerjaan pundak membahu dengan pikiran rasional, mengaktifkan atau menonaktifkan pikiran itu sendiri. Boleh di bilang, kita mempunyai dua otak, dua pikiran dan dua jenis kecerdasan; rasional dan emosional. Bagaimana kita berkiprah dalam hidup dan mencar ilmu diputuskan oleh keduanya, bukan cuma IQ, melainkan kecerdasan emosional juga berperan. Tentu saja, intelek  tidak sanggup melakukan pekerjaan pada puncaknya tanpa kecerdasan emosional“. (Goleman, 1995 .

Hasil–hasil observasi memamerkan terhadap kita bahwa tanpa keterlibatan emosi, aktivitas saraf otak itu kurang dari yang diperlukan untuk merekatkan pelajaran dalam ingatan. Dr. Paul MacLean, Dr. Joseph Le Doux, dan Dr. Daniel Goleman menurut penelitiannya menyatakan:
“Ketika otak mendapatkan bahaya atau tekanan , kapasitas saraf untuk berpikir rasional mengecil . Otak dibajak secara emosional menjadi tata cara bertempur atau kabur dan beroperasi pada tingkat bertahan hidup . Ketersediaan kekerabatan dan aktivitas saraf benar- benar menyusut atau mengecil dalam suasana ini, dan sanggup menghentikan proses mencar ilmu di saat itu dan setelah itu“. (Goleman, 1995; LeDoux, 1993; MacLean, 1990).

Namun, otak juga sanggup melaksanakan hal sebaliknya. Dengan tekanan yang positif atau support, otak sanggup terlibat secara emosional dan memungkinkan kegiatan  saraf  maksimal. Peneliti dan psikolog Universitas Harvard, Dr. Howard Gardner yang sudah mengembangkan  teori kecerdasan berganda, menyatakan:
“Kita mesti menggunakan kondisi positif anak untuk menawan mereka ke dalam pembelajaran di bidang–bidang di mana mereka sanggup membuatkan kompetensinya. Flow yakni kondisi internal yang membuktikan bahwa seoarang anak melakukan kiprah yang tepat. Anda mesti mendapatkan sesuatu yang Anda sukai, kemudian tekunilah. Di sekolah, di saat anak merasa bosan, mereka akan berontak dan berulah. Jika mereka dibanjiri tantangan, mereka akan mengkhawatirkan pekerjaan sekolah. Tetapi, Anda akan mencar ilmu dengan segenap kesanggupan kalau Anda menggemari hal yang Anda pelajari dan Anda senang kalau terlibat dalam hal tersebut “. (Gardner, 1995).

 Jadi, salah satu kunci kesuksesan pembelajaran di kelas yakni membangun ikatan emosional, yakni dengan bikin kesenangan dalam belajar, menjalin kekerabatan dan menyingkirkan segala bahaya dan tekanan dari suasana belajar.  Banyak studi memamerkan bahwa siswa lebih banyak mencar ilmu kalau pelajarannya memuaskan, menyenangkan, menantang, dan gurunya demokratis dan ramah serta mereka terlibat eksklusif dalam pengerjaan keputusan/kesimpulan. Di samping memutuskan mudah-mudahan siswa lebih banyak mencar ilmu dan terlibat, ikatan emosional juga sungguh mempengaruhi memori dan kenangan mereka akan bahan/materi yang dipelajari. Ilmuwan saraf, Dr. Joseph LeDoux, mengemukakan bahwa amigdala (pusat emosi otak) memainkan kiprah besar dalam penyimpanan memori . Selanjutnya ia mengemukakan:
“ …perangsangan amigdala agaknya lebih kokoh mematrikan tragedi dengan perangsangan emosional dalam memori. Karena itulah kita lebih gampang mengingat, misalnya kawasan kencan pertama kita, atau apa yang sedang kita jalankan di saat mendengar gunjingan bahwa pesawat ulang–alik Challenger meledak. Semakin kokoh rangsangan amigdala , makin kokoh pula pematrian dalam memori“. (LeDoux, 1994).

2.Menjalin Rasa Simpati dan Saling Pengertian

Dalam buku Quantum Teaching, Bobbi de Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer–Nourie  menyatakan bahwa untuk menawan keterlibatan siswa, guru mesti membangun hubungan, yakni dengan menjalin rasa simpati  dan saling pengertian. Hubungan yang didasari rasa simpati akan membangun jembatan menuju kehidupan bernafsu siswa, membuka jalan memasuki dunia gres mereka, mengenali kekuatan minat mereka, dan mengatakan dengan bahasa hati mereka. Membina kekerabatan sanggup membuat lebih gampang guru melibatkan siswa, membuat lebih gampang pengelolaan kelas, memperpanjang waktu fokus, dan meningkatkan kegembiraan.   

Selanjutnya, untuk membangun kekerabatan Bobbi de Porter memberi kiat selaku berikut:

  1. Perlakukan siswa selaku insan sederajat
  2. Ketahuilah apa yang digemari siswa, cara pikir mereka, dan perasaan mereka mengenai hal–hal yang terjadi dalam kehidupan mereka
  3. Bayangkan apa yang mereka katakan terhadap diri sendiri, mengenai diri sendiri
  4. Ketahuilah apa yang menghalangi mereka untuk memperoleh hal yang benar–benar mereka inginkan. Jika anda tidak tahu, tanyakanlah
  5. Berbicaralah dengan jujur terhadap mereka, dengan cara yang bikin mereka mendengarnya dengan terang dan halus 
  6. Bergembiralah dengan mereka 
3.Membangun  Kegembiraan/Keriangan


Jika guru secara sadar mau bikin peluang suasana kegembiraan dalam aktivitas mencar ilmu mengajar, maka aktivitas mencar ilmu akan lebih mengasyikkan dan refresh. Kegembiraan akan bikin siswa  siap belajar  dengan lebih mudah, menghalau rasa kebosanan, bahkan sanggup merubah sikap negatif siswa terhadap guru maupun mata pelajaran yang kurang disukainya. 

Dalam buku The Laughing Classroom, Loomans dan Kolberg menyatakan:
“Mungkin sebagian kendala disiplin sampaumur ini bersumber dari pendekatan proses mencar ilmu yang serius dan ketat ? Seringnya, badut kelas atau siswa pengganggu dianggap guru selaku kendala disiplin paling besar di kelas. Padahal, si pemberontak dan si badut mempunyai kesamaan yang jelas. Mereka menolak mengalah terhadap kejenuhan mencar ilmu tanpa spontanitas dan tawa. Kebanyakan ulah mereka timbul jawaban kehendak bawaan untuk adanya humor dan stimulasi di kelas. Jika kelas ialah lingkungan yang hidup, kreatif, dan sarat tawa, maka murid dari segala usia mempunyai saluran keluar alamiah  di mana keingintahuan mereka berkembang“. (Loomans dan Kolberg, 1993).

Untuk membangun kegembiraan dalam pembelajaran, Bobbi de Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer–Nourie  memberi rekomendasi untuk melaksanakan hal–hal berikut:
a. Afirmasi ( Penguatan / Penegasan )
Gunakan afirmasi selaku cara ampuh untuk memperbesar lebih banyak kegembiraan dan untuk menghidupkan minat dan motivasi siswa. Pujilah siswa yang dapat menjawab, mengakhiri soal latihan dengan tepat. Bimbinglah siswa yang kurang cermat dan lambat, dan janganlah mencerca atau menyudutkan siswa–siswa yang mempunyai kelambanan dalam berpikir dan berhitung, berilah support dan tantangan terhadap siswa yang lemah, bukan kecaman dan ancaman.

b. Pengakuan 
Semua orang senang diakui . Menerima pengukuhan bikin seseorang merasa senang , gembira , dan percaya diri . Hasil – hasil observasi mendukung konsep  bahwa kesanggupan siswa meningkat alasannya yakni pengukuhan dari gurunya . Peneliti aktivitas mencar ilmu anak   , Gordon Wells menyatakan : 
“ Jika anak – anak diperlukan melaksanakan transisi dengan gampang dan percaya diri , mereka haruslah mengalami lingkungan gres sekolah selaku sesuatu yang menumbuhkan kehendak dan menantang . Dalam lingkungan ini , sebagian besar jerih payah mereka mesti berhasil dan mereka mesti diakui selaku diri mereka dan apa yang sanggup mereka jalankan . …..Anak – anak yang merasa atau dibentuk merasa tidak diterima atau tidak kompeten akan lambat memulihkan rasa percaya diri , dan balasannya kesanggupan mereka untuk mempergunakan peluang mencar ilmu mungkin menyusut “ . ( Wells , 1986 ) .

Untuk memperoleh hasil terbaik dengan kesanggupan siswa , akuilah setiap jerih payah siswa , tidak cuma jerih payah yang cocok , namun jerih payah yang tidak tepatpun perlu memperoleh perbaikan bukan cercaan . Karena mencar ilmu yakni kawasan yang mengalir , dinamis , sarat resiko , dan menumbuhkan kehendak . Belum ada kata“ saya tahu “ di sana , namun pada biasanya kata “ saya belum tahu “ . Kesalahan , kebenaran , kreativitas , humor , potensi , dan ketakjuban mengisi kawasan itu . 

c.Perayaan 
Satu dari prinsip Quantum Teaching yang perlu dikembangkan oleh guru – guru utamanya guru matematika yakni , kalau layak dipelajari , maka layak pula untuk dirayakan . Mengadakan peringatan bagi siswa akan mendorong mereka memperkuat rasa tanggung jawab dan memulai proses mencar ilmu mereka sendiri  . Perayaan akan mengajarkan terhadap mereka mengenai motivasi hakiki tanpa insentif . Siswa akan menunggu aktivitas belajarnya , sehingga pendidikan mereka lebih dari sekedar meraih nilai tertentu .
Pada di saat mencar ilmu , di saat siswa berhasil meraih wawasan atau mengakhiri soal latihan , biasanya guru eksklusif melanjutkan ke aktivitas berikutnya tanpa bikin daya pendorong istimewa untuk mengulang kesuksesan / kesuksesan tersebut . Sebagai guru , sepantasnya menanamkan bibit kesuksesan  dengan senantiasa menghubungkan mencar ilmu dengan peringatan . Semua orang sepakat  , bahwa peringatan membangun impian untuk berhasil . Jadi, lakukanlah peringatan sesering mungkin , kalau siswa – siswa sudah berhasil mengenali suatu rancangan dari materi pelajaran yang sudah dihidangkan .
Bobbi de Porter , dkk menghidangkan beberapa bentuk peringatan mengasyikkan yang sanggup digunakan :
Tepuk  tangan 
Tiga kali hore
Jentikan jari
Poster  umum
Pernyataan afirmasi

4.Membangun Rasa Saling Memiliki
Manusia yakni makhluk sosial . Sebagai makhluk sosial , semua siswa ingin saling mempunyai . Dengan mengasah perasaan siswa untuk saling mempunyai , guru memberi kepaduan terhadap suasana kelas yang sanggup mempercepat proses mencar ilmu siswa dan mengajar guru . Jika seorang guru bisa membangun rasa saling mempunyai , memiliki arti guru juga sudah berhasil menyingkirkan bahaya ( rasa cemas / kalut ) , yang sanggup membangun suasana membolehkan otak siswa untuk berleha-leha , emosi siswa terlibat sepenuhnya dalam mencar ilmu , dan proses belajarpun sanggup dimaksimalkan .
Rasa saling memiliki  bikin rasa kebersamaan , kesatuan , kesepakatan , dan pemberian dalam mencar ilmu . Rasa ini juga sanggup mempercepat proses mencar ilmu mengajar dan meningkatkan rasa kepemilikan mencar ilmu .

5.Keteladanan

Guru yakni sosok penting yang dapat  “ digugu dan ditiru “ . Siswa sering mencari – cari argumentasi untuk tidak kesengsem dengan jalan mencari ketidaksesuaian antara kata – kata guru dengan semua perbuatan guru . Tetapi , kian banyak guru memberi keteladanan , maka siswa makin kesengsem dan mulai menyontek guru . Karena , mereka mendapatkan dan mencicipi kesebangunan , kecocokan antara kepercayaan dan perkataan guru dengan perbuatannya . Makara , memberi teladan yakni salah satu cara ampuh untuk membangun kekerabatan serta memperbesar kekuatan pada proses pembelajaran siswa . Satu hal yang perlu dikenang – ingat oleh guru ,  seluruhnya mengatakan . Pakaian  , tampilan , senyuman , dan sebagainya akan dinilai oleh siswa  dan , tidak ada yang mengatakan lebih keras dari pada langkah-langkah . Jadi, seleksilah setiap langkah dengan benar dan  sadar . 
Muhibbin Syah , M.Ed dalam buku Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru menyinari serta membandingkan karakteristik dan sikap guru yang luwes dengan karakteristik dan sikap guru yang kaku , selaku berikut :

1.      Karakteristik Kognitif Pribadi Guru

Ciri Perilaku Kognitif Guru
Guru Luwes
Guru Kaku
1.      Menunjukkan keterbukaan dalam penyusunan rencana aktivitas mencar ilmu mengajar .
2.      Menjadikan materi pelajaran berkhasiat bagi kehidupan  positif siswa .
3.      Mempertimbangkan banyak sekali alternatif cara mengkomunikasikan isi pelajaran terhadap siswa .
4.      Dalam menyiapkan sesuatu dalam kondisi mendesak , bisa .
5.      Dapat menggunakan humor secara proporsional dalam bikin PBM yang menawan .

1.      Tampak terlalu dikuasai oleh planning pelajaran , sehingga alokasi sungguh kaku .
2.      Tidak bisa memodifikasi materi silabus .
3.      Tak bisa menanggulangi hal yang terjadi secara datang – datang di saat pengajaran berjalan .
4.      Terpaku pada aturan yang berlaku walaupun kurang berkaitan .
5.      Terpaku pada isi materi dan tata cara yang baku sehingga suasana PBM monoton dan menjemukan .

2.      Sikap Kognitif Guru terhadap  Siswa

Ciri Sikap Kognitif Guru
Guru Luwes
Guru Kaku
1.      Menunjukkan sikap demokrasi dan empati terhadap semua siswa .
2.      Respontif terhadap kelas ( mau menyaksikan , mendengar , dan merespons kendala disiplin , kesusahan mencar ilmu , dsb ) .
3.     Memandang siswa selaku partner dalam PBM .
4.     Menilai siswa menurut faktor – faktor yang mencukupi .
5.     Berkesinambungan dalam menggunakan ganjaran dan eksekusi sesuai dengan tampilan siswa .

1.      Terlalu memperhatikan siswa yang cerdik dan mengabaikan siswa yang lamban .
2.      Tidak bisa / tidak mau mencatat isyarat adanya kendala dalam PBM .

3.      Memandang siswa selaku objek yang berstatus rendah .
4.      Menilai siswa secara serampangan .
5.      Lebih banyak menghukum dan kurang bisa memberi ganjaran yang mencukupi atas prestasi yang diraih siswa .

3.      Sikap Kognitif Guru terhadap  Materi dan Metode 

Ciri Sikap Kognitif Guru
Guru Luwes
Guru Kaku
1.      Menyusun dan menghidangkan materi yang sesuai dengan kebutuhan  siswa .
2.      Menggunakan macam – macam tata cara yang berkaitan secara inovatif sesuai dengan sifat materi

3.      Luwes dalam melaksanakan planning dan senantiasa berupaya mencari pengajaran yang efektif .
4.      Pendekatan pengajarannya lebih problematik , sehingga siswa terdorong untuk berfikir .

1.      Terikat pada isi silabus tanpa memikirkan keperluan siswa yang dihadapi .
2.      Terpaku pada satu atau dua tata cara tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan sifat materi pelajaran .
3.      Terikat cuma pada satu atau dua format dalam menyiapkan pengajaran .
4.      Pendekatan pengajarannya lebih deskriptik ( perintah/ cuma memberi isyarat / ketentuan ).
            Atmosfir / suasana kelas mesti diciptakan sedemikian rupa sehingga bikin siswa dan gurunya nyaman  dan senang . Dengan terbangunnya atmosfir kelas yang mengasyikkan akan membuat  guru dan siswa betah , tenteram dan asyik dalam mencar ilmu , sehingga rasa bosan , bosan sanggup dihemat menjadi rasa rela  dan  nyaman  dalam kebersamaan .
           
Sudah saatnyalah kita semua para guru merubah pola pendekatan pembelajaran . Setiap kita guru niscaya ingin menjadi guru yang senantiasa ditunggu kehadirannya di depan kelas , bukan guru yang tidak diharapkan kehadirannya di depan kelas . Guru akan merasa senang kalau siswa/inya gembira mempunyai guru menyerupai dirinya .
           

DAFTAR PUSTAKA


1.      Dalyono , M . ( 1997 ). Psikologi Pendidikan  . Semarang : Rineka Cipta
2.      Depdiknas ( 2001 ) . Buletin Pelangi Pendidikan . Jakarta : Proyek PPM – SLTP
3.      Porter , Bobbi De & Hernacki , Mike ( 2001 ) . Quantum Learning . Bandung : Penerbit Kaifa
4.      Porter , Bobbi De & Reardon , Mark ( 2001 ) . Quantum Teaching . Bandung : Penerbit Kaifa
5.      Setiawan , Conny dkk ( 1990 ) . Pendekatan Ketrampilan proses . Jakarta : Gramedia
6.      Suparno , Paul ( 1997 ) . Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan . Jakarta : Kanisius
Syah , Muhibbin  ( 1995 ) . Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru . Bandung : remaja Rosda Karya



Related : Membangun Atmosfir Kelas Yang Menyenangkan

0 Komentar untuk "Membangun Atmosfir Kelas Yang Menyenangkan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)