Bungah Lan Sulit (5): Dirusak Oleh “Meri” Dan “Pambegan”

Melanjutkan goresan pena Bungah lan sulit (4): Tiap orang ukurannya tidak sama, di saat itu arloji saku Baskara sudah menampilkan melalui pukul sembilan malam. Sudah larut untuk ukuran orang kecil di desa, lebih-lebih esok pagi-pagi mereka mesti mengawali lagi aktivitas rutin kehidupan, guna menyanggupi panggilan ana dina ana sega; ana awan ana pangan maka untuk urip dan mangan mesti nyambutgawe.

“Maaf mbok, malam sudah larut. Tapi saya masih ingin tanya satu lagi”.

“Lha mangga. Kalau saya sanggup menjawab, dan panjenengan bungah, saya lebih bungah lagi”.

“Orang hidup ngoyak (mengejar) drajat, semat dan kramat itu salah apa tidak?”

“Namanya orang hidup ya mesti mencari ketiganya, ndara, tetapi jikalau boleh jangan ngoyak, yang lebih bener NGGOLEK (mencari) bukan NGOYAK (mengejar)”.


MERI DAN PAMBEGAN

“Tetapi kenapa mbok, pada lazimnya cara orang NGGOLEK umumnya dengan NGOYAK?"

Mbok Sadrana tersenyum. “jawabnya sederhana Ndara, sebab ia punya karep yang dirusak oleh rasa MERI dan PAMBEGAN”. Selanjutnya mbok Sadrana menerangkan secara sederhana:

1.    MERI atau “iri” yakni perasaan kalah. Misalnya kalah pandai, kalah disayangi, kalah cantik, kalah uangnya dan lain-lain

2.    PAMBEGAN yakni perasaan mesti menang. mesti menang kaya, menang terhormat, menang cantik, menang pandai,  dan sebagainya

3.    Perasaan kalah dan mesti ingin menang ini meracuni hidup manusia. Sehingga ia jungkir balik mesti memburu yang ini ini atau biar tidak  menjadi menyerupai itu. Akibatnya tidak sekedar NGGOLEK, tetapi NGOYAK. Kalau perlu NGGOROK leher orang pun akan dilakukan.

4.    Kalau rasa MERI dan PAMBEGAN ini sanggup dihilangkan, hidup orang akan tenteram. Ia akan NGGOLEK tanpa NGOYAK derajat, semat dan kramat. Ia sanggup nggolek dengan nyaman pula sebab tidak dihantui perasaan kalah dan ingin menang.

Baskara mengangguk-angguk mengerti. Sifat MERI dan PAMBEGAN lah penyakit yang menghancurkan hidup manusia. Ia ganti mengajukan pertanyaan pada pak Sadrana: “Pak Sadrana, siapa bahwasanya mbok Sadrana ini? Dia seorang perempuan yang amat bijak sekaligus pandai".


SUAMI ISTERI SADRANA

Pak Sadrana menerangkan bahwa mbok Sadrana waktu muda dahulu ikut bangsawan yang bagus di kota. Melihat gadis dusun ini cukup cerdas, maka bendaranya mengajari macam-macam ketrampilan dan kagunan:  memasak, baca tulis bahkan tembang-tembang macapat. Karena ia ketengen (disayangi), pintar dan cantik, lama-lama  timbullah rasa meri dan pambegan diantara pembantu-pembantu yang lain. Akhirnya mbok Sadrana tidak besar lengan berkuasa dan memutuskan mencari kedamaian hidup, pulang ke desa. Walaupun bendaranya berupaya mencegah, Tetapi tekad mbok Sadrana sudah bulat.

Baru kali ini Baskara mendengar mbok Sadrana tertawa, kemudian ia menimpali ceritera suaminya: “Pak Sadrana sendiri kawan satu desa yang menjadi tukang kebun bendara kami. Melihat saya pulang ia ikut pulang kemudian kami menikah. Anak kami tiga, sudah cekel gawe. semua. Walau tidak jadi bangsawan namun kami bungah sekali”.

Ada keistimewaan lain dari suami isteri Sadrana. Pak Sadrana berakal memetik “siter”  (alat musik Jawa) dan mbok Sadrana berakal nembang. Keahlian ini sering sanggup menampilkan penghasilan perhiasan jikalau ada undangan untuk menambah semaraknya acara-acara keluarga di desanya.

Setelah memperoleh arahan dari isterinya, Pak Sadrana mengeluarkan siter dari biliknya. Bersila di bawah, Pak Sadrana memetik siternya sambil melagukan solo tembang Pucung dari Serat Wedhatama.

angkara gung nèng ôngga anggung gumulung | gêgolonganira | tri loka lêkêre kongsi | yèn dèn umbar ambabar dadi rubeda ||

Irama berubah ke tembang Pangkur, dan mbok Sadrana melanjutkan, masih dari Serat Wedhatama,

socaning jiwangganira | jêr katara lamun pocapan pasthi | lumuh asor kudu unggul | sumungah sêsongaran | yèn mangkana kêna ingaran katungkul | karêm ing rèh kaprawiran | nora yummy iku kaki ||

LIDING DONGENG

Baskara menangkap nasihat dari tembang yang dilantunkan suami isteri itu.

1.    Dari Pak Sadrana ia memperoleh pesan bahwa nafsu angkara yang bergulung dalam jiwa kita, jikalau diumbar akan memunculkan kendala besar (angkara gung neng angga anggung gumulung ....... yen den umbar ambabar dadi rubeda). Biang rubeda tersebut  adalah setan yang berjulukan “Angkara”

2.    Kemudian Mbok sadrana mengingatkan kembali ihwal orang yang terlena dengan sifat MERI dan PAMBEGAN, tidak mau kalah, mesti unggul ( .....  lumuh asor kudu unggul .... yen mangkana kena ingaran katungkul). Itulah dua jenis racun yang disebar setan berjejuluk ANGKARA: Yang pertama LUMUH ASOR dan yang kedua KUDU UNGGUL

Related : Bungah Lan Sulit (5): Dirusak Oleh “Meri” Dan “Pambegan”

0 Komentar untuk "Bungah Lan Sulit (5): Dirusak Oleh “Meri” Dan “Pambegan”"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)