Melanjutkan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (9): Menyapu dan basuh piring, kita beralih ke “sikap tubuh” yang biasanya ialah cerminan dorongan hati dan kita lakukan tanpa sadar. Sikap badan dengan demikian ialah "bahasa tubuh" (body language). Beberapa teladan bahasa badan yang yang membuat kesan atau interpretasi kurang baik antara lain selaku berikut:
1. AJA SOK MALEROK, BESUK ANA KANANE, MATANE MUNDHAK DICUKIL MALAEKAT
“Mlerok” sulit diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kurang lebihnya sanggup diartikan melirik sekaligus membelalak.
Setidaknya ada dua kemungkinan kesan yang muncul dari si peserta “plerokan”. Pertama yang mlerok sedang marah, atau tidak berkenan terhadap sesuatu hal, sedangkan yang kedua yakni sikap kemanja-manjaan sekaligus genit. Hal ini banyak ditangani kaum wanita. Merupakan bahasa badan yang kurang baik dan sanggup membuat salah terima. Ancamannya melibatkan Malaikat. Nanti setelah mati, matanya dicukil Malaikat.
2. AJA SOK MENCEP, BESUK ANA KANANE LAMBENE MUNDHAK DIGUNTING MALAEKAT
“Mencep” yakni mencibir, penjelasannya sama dengan ”mlerok”. Karena ini urusan bibir, maka setelah mati bibirnya akan digunting Malaikat.
3. AJA SOK NUDING NGANGGO TANGAN KIWA, MUNDHAK ORA ILOK
Bagi orang Jawa, penggunaan tangan kiri berbincang sifat “degsura” (tidak tahu sopan santun). Walaupun cuma menunjuk, jangan menggunakan tangan kiri. Ancamannya tidak melibatkan malaikat. Cukup “ora ilok”. Makara gradasinya masih lebih rendah dibanding butir 1 dan 2 di atas
4. AJA SOK NAMPANI NGANGGO TANGAN KIWA, MUNDHAK ORA ILOK
Penjelasannya sama dengan butir 3 di atas. Menerima sesuatu dengan menggunakan tangan kiri tergolong sikap “degsura”.
5. AJA SOK SANGGA UWANG, MUNDHAK NYANGGA SUSAHE WONG PATANG PULUH
Bertopang dagu berbincang hati sedang sukar atau sedang dirundung masalah. Kalau kita tidak sedang susah, untuk apa “sangga uwang”, nanti dikira sedang bersedih hati. Dilihat orang juga kelihatan tidak pantas.
Supaya kita sadar maka diingatkan dengan ancaman, bahwa orang suka "sangga uwang" nanti akan menanggung susahnya 40 orang. Kan malah tambah tidak enak.
6. AJA SOK SADHAKEP, MUNDAK DIEDOHI RIJEKI
“Sedakep” atau berpangku-tangan sepanjang kita tidak sedang kedinginan, juga berbincang suasana orang sedang susah. Disamping itu berleha-leha mempunyai konotasi "acuh terhadap sekitar" sekaligus tidak energik.
Penjelasannya sama dengan butir 6 di atas. Supaya kita ingat bahwa "sedhakep" itu ialah bahasa badan yang kurang pantas, maka diberi bahaya sederhana tetapi tidak enak: Dijauhi rejeki.
KESIMPULAN
Bahasa badan menujukkan isi hati kita. Mengontrolnya memang sulit. Dengan kesadaran bahwa isi hati yang tercermin dalam bahasa badan sanggup dijadikan isyarat orang lain untuk mengerti “mood” kita ketika itu, semoga kita sanggup mengontrolnya. Orang Jawa secara alamiyah sudah diajar untuk “samudana” Tetap riang walau sedang berang, tetap ramah walau sedang gundah. Dibantu sedikit bahaya lewat gugon tuhon, semoga sukses (IwMM)
0 Komentar untuk "Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (10): Perilaku Tubuh"