Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok: (9): Menyapu Dan Basuh Piring

Melanjutkan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (8): Kebersihan dan kesehatan perorangan, kita temukan juga bahwa dalam hal menyapu (lantai) dan mencuci (piring, barang pecah belah) pun tidak sanggup sembarangan. Di bawah yakni beberapa pola sikap yang perlu diperhatikan, sebab pada masa sekarang hal-hal tersebut (menyapu dan mencuci) masih kita laksanakan baik di desa maupun di kota.
 
 
 kita temukan juga bahwa dalam hal menyapu  GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK: (9): MENYAPU DAN CUCI PIRING
 
1. YEN NYAPU ORA RESIK, BESUK BOJONE BREWOK.
 
Maksud orang renta kita dahulu terhadap anak-anaknya dalam hal ini utamanya anak perempuan, kalau melakukan sesuatu mbok yang sempurna. Menyapu tidak higienis cuma buang energi sia-sia. Tenaga keluar, hasil tidak ada. Ancamannya: Dapat suami brewok. Dulu orang brewok dianggap kotor. Jaman telah berubah, kini orang brewok sanggup macho sanggup pula tetap kotor. Tetapi dalam permasalahan menyapu, jaman dahulu maupun kini tidak berubah: mesti bersih.
 
2. YEN NYAPU AJA NGENDHEGAKE UWUH ANA ING DALAN, MUNDHAK SIYAL OLEHE GOLEK BOJO
 
Ada orang menyapu, setengah jalan berhenti, kotoran parkir di tengah jalan. Walaupun nanti dilanjutkan lagi, namun orang yang menyaksikan ada kotoran terkumpul di tengan ruangan atau di salah satu sudut ruangan akan merasa gila dan tidak mencicipi masuk ke ruangan yang bersih, bahkan merasa terusik kenyamanannya. Ancamannya sama dengan orang yang duduk di tengah pintu: terhambat dalam mencari jodoh.
 
3. BENGI-BENGI AJA NYAPU, MUNDHAK KEMALINGAN ENTEK-ENTEKAN
 
Mestinya sore-sore sehabis sholat Ashar, ruangan kita sapu. Bukan malam hari. Alasannya sederhana saja. Pada malam hari bubuk yang beterbangan tidak kelihatan. Kita menyapu agak keras, dikira aman-aman saja padahal sebenarnya bubuk melayang kemana-mana. Sedangkan pada malam hari kebanyakan keluarga berkumpul di rumah. Demikian pula bila teledor, dikala kita asyik menyapu ada maling masuk atau sanggup saja kita lupa mengunci pintu final menyapu,  mempermudah maling untuk masuk. Ancamannya masuk akal: Bisa kemalingan habis-habisan.


 kita temukan juga bahwa dalam hal menyapu  GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK: (9): MENYAPU DAN CUCI PIRING

4. BENGI-BENGI AJA ASAH-ASAH BALA PECAH, MUNDHAK ORA ILOK
 
Mencuci barang pecah belah mesti hati-hati. Risikonya pecah atau belah. Pada malam hari, disamping gelap kemungkinan yang mencuci juga telah mengantuk. Baiknya dikumpulkan saja yang rapi, besok pagi-pagi gres dicuci. Amat masuk akal, sayang reasoningnya cuma “ora ilok”.
 
Sebagai ilustrasi, adalah seorang pembantu dari desa, tidak mau disuruh “asah-asah” pada malam hari. Padahal malam itu di rumah induk semangnya gres final selamatan. Piring mangkuk kotor bertumpuk. Si pembantu cuma menghimpun rapi di wilayah aman. Ketika nyonya rumah menegur, kenapa tidak terselesaikan sekalian, jawabnya pendek saja: “Mboten ilok, Bu. Saya basuh besok pagi saja habis sholat Subuh”. Untung nyonya rumah cukup bijak untuk mengerti keengganan pembantunya mencuci piring pada malam hari.
 
 
KESIMPULAN
 
Bersih-bersih mesti tuntas sekali jadi. Menyelesaikan separo lalu dilanjutkan nanti sama dengan belum melaksanakan apa-apa. Demikian pula bersih-bersih jangan ditangani pada malam hari. Dalam kegelapan kemungkinan untuk tidak higienis menjadi besar, kemungkinan pecah atau rusak juga besar. Termasuk kemungkinan kecurian. (IwMM)
 
 kita temukan juga bahwa dalam hal menyapu  GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK: (9): MENYAPU DAN CUCI PIRING
 

Related : Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok: (9): Menyapu Dan Basuh Piring

0 Komentar untuk "Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok: (9): Menyapu Dan Basuh Piring"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)