Kata Bervariasi (2): “Gandhenging Basa” Dan Makna Filosofinya (A)

Melanjutkan goresan pena Kata bermacam-macam (1): Banyak yang punya makna filosofi, jangan dibolak-balik penggunaannya, betul prediksi saya bahwa Darman menanyakan ihwal kata-kata lain yang senada dengan “kurang luwih” tidak hingga sepekan sehabis menghadiri program khitanan yang saya ceriterakan kemarin dulu. Dia awali dengan: “Kita katakan Esuk sore, rina wengi alasannya merupakan pagi tiba lebih permulaan dibandingkan dengan sore, dan siang timbul lebih permulaan dibandingkan dengan malam. Lainnya apa lagi, Mas?”
 
 
DAFTAR KATA YANG SUDAH JADI GANDENGANNYA DAN MAKNA FILOSOFISNYA
 
 betul prediksi saya bahwa Darman menanyakan ihwal kata KATA MAJEMUK (2): “GANDHENGING BASA” DAN MAKNA FILOSOFINYA (A)
Bagaimana menata urutan kata bermacam-macam ini, mana yang ditaruh di depan dan mana yang di belakang, bisa kita gunakan tiga keyword selaku berikut:
 
Pertama: Pesan utama ditaruh di depan. Diutamakan dalam hal apa? Ini yang mesti pakai “rasa” alasannya merupakan ada perayaan atau pesan yang tersembunyi di dalamnya. Mari kita lihat bersama-sama.
 
Kedua:  Yang “lebih” (dalam hal apa saja, berkonotasi positif maupun negatif) terkait dengan pesan utama kita letakkan di depan
 
Ketiga: Yang “ada” lebih permulaan mendahului yang “ada” belakangan.
 
Di bawah merupakan daftar (bersumber dari Serat Warnasari, Ki Padmasusastra, 1925) yang kemudian saya email ke Darman. Sebagian yang ingat, saya sampaikan langsung, alasannya merupakan Darman “ngeyel” bahwa ia lebih senang mendengan “sesorah” dari insan hidup dibandingkan dengan mencermati benda mati (maksudnya laptop).
 
A
 
ABANG IRENG, ABANG PUTIH, ABANG BIRU dll: Secara lazim warna merah (abang) lebih digemari dibandingkan dengan warna yang lain. Anak kecil jika diberi mainan banyak sekali warna akan mengambil yang merah lebih dahulu.
 
ADHEM PANAS: Dingin lebih digemari dibandingkan dengan panas
 
AGAL ALUS: Lebih simpel agal (kasar) dibandingkan dengan halus. Bukankah kita lebih bahagia halus? Dalam hal ini kesenangan kalah dengan kemudahan, dan kelazimannya memang kita menyampaikan “agal alus”
 
AKEH SATHITHIK: Orang lebih menginginkan banyak (akeh) dibandingkan dengan sedikit (sathithik)
 
ALA BECIK: lebih simpel melaksanakan panggawe ala (perbuatan tidak baik) dibandingkan dengan perbuatan baik (becik)
 
ANAK BOJO: Kita mesti hati-hati menafsirkannya mudah-mudahan tidak salah terima. Secara lazim makhluk hidup punya instink membuatkan keturunan. Sehingga anak akan lebih penting dibandingkan dengan bojo. Korbankan semua untuk anak, Anak mesti dididik dengan baik, sekolahkan setinggi mungkin sehingga harkat dan martabat keluarga akan meningkat. (Lihat juga “garwa putra” di bawah).
 
ANAK PUTU: Anak lebih dahulu ada dibandingkan dengan putu (cucu)
 
B
 
BAPA BIYUNG: Lebih berkuasa bapa (bapak) dibandingkan dengan biyung (ibu)
 
BATHIIK LURIK: Kain batik lebih banyak dipakai dalam program resmi dibandingkan dengan kain lurik
 
BEBED IKET: Orang bisa pergi keluar rumah cuma pakai bebed (kain panjang untuk laki-laki), tapi tidak mungkin keluar rumah pakai iket (ikat kepala, blangkon) saja.
 
BEBEK PITIK: mengapa belibis didahulukan alasannya merupakan keperkasaannya. Bila kita menyaksikan belibis yang digembalakan, maka proporsi belibis jantan kepada belibis betina amat kecil. Katakan 1 banding 25. Ayam (pitik) jantan tidak akan bisa menandingi ketangguhan bebek. Kalau ada satu andal untuk sepuluh ayam betina telah terlalu banyak.
 
BEGJA CILAKA: Harapan insan hanyalah begja (keberuntungan) bukan cilaka (sial). Orang yang sedang sial (cilaka) pun akan menginginkan sebuah ketika bisa begja (beruntung)
 
BENER LUPUT: Yang dicari insan merupakan bener (benar) jika meleset jadi luput (salah). Contoh sederhana merupakan melakukan soal ujian
 
BERAS PARI: Pari (padi) memang ada lebih dahulu dibandingkan dengan beras, tapi Beras telah menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk manusia, sedangkan pari dibilang belum. Harus dimasak lebih dahulu, bahkan sebagian kembali ke sawah menjadi benih
 
BREH GEMI: lebih simpel breh (boros) dibandingkan dengan gemi (hemat)
 
BUMI LANGIT: Yang kita injak merupakan bumi, yang kita pandang merupakan langit. Bumi lebih bersahabat dan konkret dibandingkan dengan langit.
 
BUNGAH SUSAH: Orang memburu bungah (senang) bukan susah. Lihat “begja cilaka”
 
D
 
DHARAT LAUT: Karena insan (utamanya Jawa) pada biasanya hidup di daratan maka akan lebih simpel mempunyai permasalahan dengan darat dibandingkan dengan di laut
 
DHEDHAK MERANG: Lebih bermanfaat dedak dibandingkan dengan merang
 
DINA PASARAN: Dina (hari: Senin, Selasa, dst) merupakan untuk kehidupan di kota, sedangkan pasaran (Pon, wage, dst) untuk kehidupan orang di desa. Dalam hal ini kota didahulukan. Adanya pasaran alasannya merupakan ada dina. Dina bisa bangkit sendiri tanpa pasaran.
 
E
 
EMPUK ATOS: Lebih nikmat empuk (lunak) dibandingkan dengan atos (keras)
 
ENDHEK DHUWUR: (sering disingkat: dhekwur): lebih mempunyai dampak yang pendek (endhek) dibandingkan dengan yang tinggi (dhuwur). Bayangkan sebatang pohon tinggi dan pendek jika diterjang badai.
 
ENTHONG IRUS: Enthong (untuk mengambil nasi) lebih diperlukan dibandingkan dengan irus (untuk mengaduk sayuran waktu memasak).
 
ESUK SORE: pagi (esuk) tiba lebih permulaan dibandingkan dengan sore
 
G
 
GAMPANG ANGEL: Sudah jelas, lebih simpel gampang dibandingkan dengan sulit (angel)
 
GARWA PUTRA: Sama dengan “anak bojo” di atas, bedanya yang ini dalam bahasa Jawa krama inggil. “Anak bojo” yang basa Jawa ngoko dipakai untuk orang pada biasanya sedangkan “Garwa putra” yang krama inggil untuk kelompok atas. Yang menawan merupakan posisi katanya yang terbalik. Maknanya cukup mendalam, pituturnya pun tersembunyi dalam semu. Untuk kelompok atas (katakan pejabat) maka garwa (isteri) lebih penting dibandingkan dengan anak. Pejabat menjadi sorotan. Kalau berganti-ganti isteri namanya “cacat” dan menjadi sorotan publik tergolong media.  Untuk orang pada biasanya biasanya tidak bertingkah macam-macam dalam korelasi suami isteri,  maka pesannya merupakan untuk lebih memprioritaskan anak. Jangan hingga kurang gizi, beri pendidikan moral yang baik, sekolahkan setinggi-tingginya sehingga  kelak berkhasiat bagi keluarga, bangsa dan negara.
 
GEDHE CILIK: Normatifnya ya sama penting. Disini penjelasannya lebih diperlukan orang besar (gedhe) dibandingkan dengan orang cilik (kecil) dengan mengambil teladan jika senapati (panglima perang) gugur maka anak buah bisa tercerai berai. (Baca “kawula gusti” pada posting berikut)
 
GENDHONG PIKUL: Kalau kita menyaksikan pedagang di pasar tradisionil terutama di desa, maka perempuan menjinjing barangnya dengan digendong dan pria dengan dipikul. Dalam hal ini perempuan didahulukan dibandingkan dengan laki-laki. Disamping itu tingkat kesusahan menggendong lebih sulit alasannya merupakan menempel di punggung, sehingga didahulukan dibandingkan dengan pikul. Berbicara dengan memakai kata “gendhong pikul” memiliki arti mempunyai permasalahan dengan gender pria dan perempuan. Bedakan dengan “nggendhong ngindhit”. Nggendhong (dibawa di belakang punggung) dan ngindhit (dibawa dengan posisi barang di pinggang) merupakan cara yang biasanya dijalankan perempuan dalam menjinjing barang. Nilainya sama, dengan kelaziman nggendhong ditaruh di depan; adapun maknanya merupakan bebasan yang menggambarkan beban manusia. Sudah nggendhong masih ngindhit.
 
J
 
JALER ESTRI: Laki-laki lebih kuasa dibandingkan dengan perempuan
 
JEMBAR CIYUT: Lebih bermanfaat yang jembar (luas) dibandingkan dengan yang ciyut (sempit)
 
JUNGKAT SURI: Lebih permulaan jungkatan (bersisir) dibandingkan dengan suren (menggunakan serit). Catatan: Serit untuk cari kutu kepala)
 
Dilanjutkan ke KATA MAJEMUK (3): “GANDHENGING BASA” DAN MAKNA FILOSOFINYA (B)

Related : Kata Bervariasi (2): “Gandhenging Basa” Dan Makna Filosofinya (A)

0 Komentar untuk "Kata Bervariasi (2): “Gandhenging Basa” Dan Makna Filosofinya (A)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)