Dalam ungkapan bahasa Indonesia kita kenal “berita burung” yang artinya kurang lebih gunjingan berita tidak terperinci (karena kita tidak tahu bahasa burung) dan menyebar secara cepat (karena burung sanggup terbang). Gampangnya kita sebut saja “Desas desus” atau lebih keren “rumor”. Dalam ungkapan bahasa Inggris kita kenal “fish story”. Ceritera penangkap ikan. Tangkapan sejengkal sanggup diceriterakan jadi sedepa.
Bagi orang yang “kagetan dan gumunan” maka “berita burung” yang menjadi “fish story” ini sanggup menjadi musibah bagi yang diberitakan. Bahkan R. Ngabehi Ranggawarsita sendiri mengakui pernah jadi korban gunjingan mirip ini. Dalam Serat Kalatidha, pupuh Sinom bait ke empat sanggup dibaca:
Dasar karoban pawarta; Bebaratun ujar lamis; Pinudya dadya pangarsa; Wekasan malah kawuri; Yan pinikir sayekti; Mundhak apa aneng ngayun; Andhedher kaluputan; Siniraman banyu lali; Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Semua ini ulah orang yang suka cari gunjingan sekaligus menyebarkannya. Hendaknya kita senantiasa berhati-hati jikalau ada berita-berita yang hingga ke pendengaran kita. Sudah kadung GR ternyata tidak betul. Dari jaman Pak Harto dahulu jikalau mau perubahan kabinet senantiasa ada guyonan: “Jangan lewati telepon siapa tahu .....”.
Sebenarnya nenek moyang kita telah mengingatkan lewat paribasan supaya kita tidak “karoban pawarta” mirip yang dialami R Ngabehi Ranggawarsita, sepanjang kita menghayati maknanya. Dibawah sanggup diwaos beberapa teladan paribasan tersebut selaku berikut:
A. BAGAIMANA BERITA TERSEBAR
1. KULAK WARTA ADOL PRUNGON
Kulak artinya membeli. Yang dimaksud merupakan berbelanja atau mencari gunjingan (warta). Adol merupakan menjual, dalam hal ini memasarkan atau mengedarkan apa yang ia dengar (prungon). Jelasnya memang ada orang yang punya sikap mirip ini: Mendengar dari sebuah daerah dan diceriterakan kembali di daerah lain; pastinya telah diuyah asemi (diberi bumbu). Lengkapnya sanggup dibaca di posting Kulak berita adol prungon. Bagaimana cara mereka mencari berita? Bisa wawancara pribadi mirip wartawan, lewat gossip arisan, dan masih banyak lagi tergolong dua teladan di bawah:
2. NGEDOM-EDOM
Dom atau edom artinya jarum. Jarum merupakan benda kecil yang tidak kelihatan jikalau tidak diperhatikan. Perilakunya menyusup diantara kain. Ngedom-edom merupakan sikap orang yang suka cari pemberitahuan dengan secara belakang layar mencuri dengar obrolan orang lain.
3. TRENGGILING API MATI
Dalam upaya menyelamatkan diri dari musuh, trenggiling punya cara khusus: Melingkar sehingga kelihatan mirip mati (Api, api-api: pura-pura). Dalam peribahasa ini merupakan orang yang curi dengar obrolan secara tidak kentara. Lebih tidak kentara dari ngedom-edom. Misalnya akal-akalan asyik main gadget, baca koran, dll padahal curi dengar. Hati-hati juga dengan orang yang sliwar-sliwer di bersahabat kita: Bisa pembantu hingga staf. Selengkapnya sanggup dibaca di posting Trenggiling api mati.
4. KARNA BINANDHUNG
Karna merupakan telinga; Arti harfiahnya merupakan Telinga dirangkap. Maksudnya merupakan pendengaran kita menerima gunjingan tidak pribadi dari sumbernya melainkan mendengar dari orang lain. Dalam bahasa Jawa juga kita kenal dengan kata “gethok-tular”.
5. LIDHAH SINAMBUNG
Merupakan pasangan dan sama artinya dengan “karna binandhung”. Karna yang mendengar dan pengecap yang meneruskan. Kaprikornus gunjingan tersebar dari lisan ke mulut.
B. JAUHNYA PENYEBARAN
1. SADAWA-DAWANE LURUNG ISIH DAWA GURUNG
Lurung: Lorong; Gurung: Tenggorokan; Dawa: Panjang. Dalam paribasan ini pemahaman “dawa” merupakan “jauhnya (penyebaran)”. tujuannya adalah: Berita niscaya menyebar. Berita yang tersebar dari “gurung” walau panjang “gurung” tidak hingga sejengkal, akan masih lebih panjang (jauh) penyebarannya ketimbang “lurung” yang memang panjang. Tersebar jauh dalam arti jarak sekaligus jauh dari yang sebenarnya.
C. KEBENARAN BERITA
1. ORA ANA KUKUS TANPA GENI
Sama dengan peribahasa Indonesia: Tiada asap tanpa api, yang artinya tiada asap tanpa api. Adanya asap (berita yang tersebar) pastilah ada api (yang menjadi penyebabnya). Kita perlu bijak menyikapi hal ini lantaran besarnya asap tidak senantiasa berbanding lurus dengan besar api. Kayu lembap jikalau dibakar maka asapnya akan lebih banyak dari apinya.
Mengapa gunjingan sanggup jauh dari realita hal ini disebabkan: Berita bukan dari tangan pertama, perjalanan gunjingan telah cukup panjang lewat “karna binandhung” dan “lidhah sinambung” serta beritanya juga tidak terperinci mirip mendengar tembang dari kejauhan, cuma rawat-rawat (lamat-lamat) kedengaran vokalnya. Apalagi gunjingan tersebut disampaikan orang berdagang yang menyodorkan gunjingan yang beliau dengar di jalan (bakul sinambi wara). Pastinya: Kabar tersebut belum terperinci kebenarannya.
3. UNDHAKING PAWARTA SUDANING KIRIMAN
Undhak: meningkat; Undhaking: meningkatnya; Suda: berkurang; Sudaning: berkurangnya. Pengertiannya: Berita berbanding terbalik dengan kenyataan. Makin besar pemberitaan kian kecil kebenarannya.
LIDING DONGENG
Hari-hari kita terusik dengan berita-berita yang belum tentu benar. Diantara kita ada yang dingin dengan berita-berita mirip ini, tetapi ada juga yang menyikapi serius bahkan terbakar kesannya (mohon baca: Provokator dan yang diprovokasi dalam paribasan Jawa).
Yang penting kita sadar bahwa ada orang yang kegemaran “kulak berita adol prungon”. Ia akan cari gunjingan dengan aneka macam cara, antara lain: “Ngedom-edom” dan “trenggiling api mati”. Berita akan tersebar lewat cara “karna binandhung” dan “lidhah sinambung” sehingga kita sanggup terkejut bahwa gunjingan cepat tersebar jauh menyerupai “sadawa-dawane lurung isih dawa gurung”.
Jangan mudah terprovokasi, lantaran meskipun “ora ana kukus tanpa geni” tetapi gunjingan yang biasanya berasal dari “tembang rawat-rawat” yang diedarkan oleh “bakul sinambi wara ini” kebanyakan sesuai dengan rumus “undhaking pawarta sudaning kiriman” (Iwan MM)
0 Komentar untuk "Pencari Info Dan Penyebar Gunjingan Dalam Paribasan Jawa"