Serat Wulangreh: “Laku Linggih” Dan “Solah Muna-Muni” Yang Tidak Cocok “Basa Basuki”(4)

 diterangkan bahwa Sri Pakubuwana IV menyebutkan moral insan ditandai dari  SERAT WULANGREH: “LAKU LINGGIH” DAN “SOLAH MUNA-MUNI” YANG TIDAK SESUAI “BASA BASUKI”(4)
Pada goresan pena Serat Wulangreh dan ungkapan-ungkapan yang mendukung bahwa “basa basuki" itu perlu, diterangkan bahwa Sri Pakubuwana IV menyebutkan moral insan ditandai dari laku linggih dan solah muna-muninipun (pupuh Pangkur bait ke 5).
 
Ada dua keyword disini, yaitu: Laku linggih (perilaku) dan solah muna-muni (ucapan).
 
Apa saja kah sikap dan ucapan yang tidak basuki ini? Ternyata berbagai “warning” dari Sri Pakubuwana IV yang perlu kita perhatikan. Sehingga mudah-mudahan tidak menjadi terlalu panjang maka goresan pena ini dibagi menjadi empat bagian.

1
2
3
4
Serat Wulangreh: “Laku Linggih” dan “solah muna-muni” yang tidak sesuai “basa basuki”(4)

Tulisan ini yakni bab keempat atau terakhir  dari sikap dan ucapan yang bukan basa basuki dalam Serat Wulangreh
 
PENUTUP
Bila dijumlah ada lebih dari 50 sikap (laku linggih) dan ucapan (solah muna-muni) yang menjadi perhatian Sri Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh, lantaran tidak cocok dengan “Basa Basuki” atau “Basa Raharja” yang sebaiknya menjadi "gondhelan" kita semua dalam hidup bermasyarakat.
Hidup memang repot, akal insan tidak sanggup dikira-kira, jarang yang mantap dalam penerapan “basa raharja”. Demikian disebutkan dalam Serat Wulangreh, pupuh Pocung bait ke 23.
Terkait dengan hidup yang repot (ewuh) ini,  pada pupuh Asmaradana bait ke 5 disebutkan: bahwa hidup itu tidak gampang. Bila tidak mengenali hidup, sama saja dengan kerbau. Masih lebih baik kerbau lantaran dagingnya sanggup dimakan, sedangkan daging insan kalau disantap niscaya haram. Kaprikornus bagaimanapun sulit insan mesti mengerti hakekat hidup, kalau tak ingin dibilang sama dengan kerbau.
Selanjutnya pada pupuh Sinom bait ke 5, Sri Pakubuwana IV berpesan: Taatilah pitutur ini kalau kalian ingin “raharja” (basuki, selamat). Pakailah pitutur ini yang asalnya dari pitutur para sesepuh. Kiranya semua sanggup menerapkan pitutur yang baik, menetapi amanah orang-orang tua.

Sebelum menyelesaikan Serat Wulangreh, menjelang bait terakhir pada pupuh terakhir, yakni Pupuh Girisa bait ke 22, Sri Pakubuwana IV menekankan: Oleh lantaran itu saya ajarkan terhadap semua anak-anakku, saya tulis dalam tembang, mudah-mudahan semua bahagia membaca dan sanggup mencicipi ceriteranya. Jangan jenuh untuk menghapalkan dan camkan selalu, baik siang maupun malam
Lengkapnya pupuh Pocung, Asmaradana, Sinom dan Girisa, masing-masing bait ke 23, 5, 5 dan 22 yakni selaku berikut:
 diterangkan bahwa Sri Pakubuwana IV menyebutkan moral insan ditandai dari  SERAT WULANGREH: “LAKU LINGGIH” DAN “SOLAH MUNA-MUNI” YANG TIDAK SESUAI “BASA BASUKI”(4)
 
LIDING DONGENG

Empat kalimat dari Serat Wulangreh ini kiranya sanggup memunculkan perhatian kita semua:

1.    watêking manungsa pan katêmu ing laris musuh linggih solah muna-muninipun
2.    tinitik ing solah muna musuh muni ing laris musuh linggih
3.    ing môngsa mêngko pan arang kang katêmu ing basa kang basuki
4.    arang mantêp wijiling basa raharja

Sifat dan sikap yang telah ada pada jaman Sri Pakubuwana IV dan belum hilang pada jaman kini (IwMM)

Related : Serat Wulangreh: “Laku Linggih” Dan “Solah Muna-Muni” Yang Tidak Cocok “Basa Basuki”(4)

0 Komentar untuk "Serat Wulangreh: “Laku Linggih” Dan “Solah Muna-Muni” Yang Tidak Cocok “Basa Basuki”(4)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)