Untuk yang satu ini niscaya semua orang sudah tahu, baik terjemahan Indonesianya maupun pengertiannya. Yang perlu diamati cuma satu hal, jangan dipisah-pisah. Rame ing gawe dan sepi ing pamrih merupakan satu kesatuan. Mengapa demikian, mari kita lihat bersama-sama.
RAME ING GAWE
Orang yang suka melakukan pekerjaan sekaligus ringan tangan tidak senang menganggur dan senantiasa siap menolong siapa pun yang butuh “bau-suku” merupakan orang yang “rame ing gawe”. Banyak kita temui orang seumpama ini di masyarakat. Senanglah kita kalau ketemu orang yang rame ing gawe. Kadang-kadang ia ngomongnya juga banyak tetapi orang yang Criwis Cawis seumpama ini tetap menyenangkan. Ada juga orang yang “rame ing gawe” tetapi hasil kerjanya mengecewakan, kita tetap memaafkan. Bagaimanapun orang ini ada kehendak untuk membantu. Yang menjengkelkan pastinya orang yang rame ing gawe tetapi “kenes ora ethes”. Tapi itu semua romantika dan dinamika dalam hidup bermasyarakat.
Masalahnya jaman sudah berubah dan sudah terjadi perubahan nilai-nilai di masyarakat. Sekarang ini kalau kita sedang repot, entah mau bikin hajatan di rumah atau kendala penting lain, ada saja orang yang hendak bantu tetapi ada motif dibalik kebijaksanaan baiknya. Kalau motifnya minta “tip” masih OK, kita bayar jasa atas bantuannya. Tapi ada juga yang seumpama nrimo menolong dan tidak minta imbalan apa-apa tetapi sambil “angon ulat ngumbar tangan”, melihat-lihat suasana dan kalau ada potensi tangan pun mengambil barang-barang yang tidak terjaga.
Satu lagi merupakan anak buah yang kelihatan “enthengan” mau melakukan apa saja tetapi cuma di depan boss. Teman-temannya akan menyampaikan orang seumpama ini namanya Ngathok. Tentu ada motif dibalik ngathoknya.
Oleh lantaran itu “Rame ing gawe” biar tidak menjadi multi tafsir mesti dilengkapi dengan “Sepi ing pamrih”
SEPI ING PAMRIH
Orang yang nrimo melakukan sebuah pekerjaan tanpa mengharap sesuatu, inilah yang disebut “Sepi ing pamrih”. Tidak ada motif langsung dalam dirinya kecuali ibadah dan dedikasi terhadap sesama. Kalau orang menghargai hasil kerjanya, itu dilema lain. Orang yang tidak mengharap imbalan tetapi hasil kerjanya diceriterakan dimana-mana tentusaja bukan “sepi ing pamrih”. Demikian pula orang yang tidak mengharapkan imbalan tetapi juga tidak bergaul dengan sesama manusia. Ekstrimnya ia malah menyingkir sendiri di kawasan sepi. Apa ya mau dikatakan “sepi ing pamrih” orang yang seumpama itu?
Intinya, “sepi ing pamrih” mesti diuji dengan “rame ing gawe” demikian pula cobaan “rame ing gawe” merupakan “sepi ing pamrih. (IwMM)
0 Komentar untuk "Rame Ing Gawe Dan Sepi Ing Pamrih"