Subasita Jawa (5): Marah


Apa yang ditulis oleh Ki Padmasusastra Ngabehi Wirapustaka di Surakarta, 1914 dalam Serat Subasita perihal “marah” yakni tatakrama jika kita menerima tamu atau bertamu. Intinya: Menahan diri, jangan marah.

MARAH SAAT MENERIMA TAMU

Bila sedang menerima tamu jangan murka terhadap siapapun. Bila ada salahnya, biarkanlah dulu, marahlah atau luruskan kesalahannya setelah tamu pulang. Marah ketika menerima tamu akan menghasilkan tamu merasa tidak nyaman, bahkan sanggup merasa diusir secara halus, sehingga tamu pamit pulang. Apa kita tidak menyesal?

Sebuah pitutur yang gila barangkali. Mungkinkah kita murka ketika menerima tamu? Bisa saja. Banyak hal sanggup menghasilkan kita marah. Oleh lantaran itu Ki Padmasusastra mengingatkan kita semua. Sering juga kita sudah tahu tapi lupa. Sebagai contoh, ketika pembantu rumah tangga menjinjing minuman teh panas dalam gelas, yang mestinya dalam cangkir, maka istri kita ngamuk hebat. Mestinya tunda dahulu marahnya setelah tamu pulang. Kepada tamu sampaikan maaf bahwa pembantu kita masih baru, belum tahu unggah-ungguh. Pembantu kalau masih baru, mana tahu bedanya bahwa teh panas mesti dihidangkan dalam cangkir sedangkan es teh dalam gelas. Apalagi ia juga kita buat risau lantaran tidak tahu reasoningnya mengapa untuk tukang kebun kita suruh buatkan teh dalam gelas yang besar, bukan cangkir.

IKUT MARAH SAAT BERTAMU

Demikian pula jika kita sedang bertamu. Jangan ikut memarahi kalau tamu sedang murka terhadap seseorang. Misalnya tuan rumah memarahi anaknya, pembantunya atau orang lain yang pas tiba ketika kita bertamu. Disamping menghasilkan orang yang dimarahi tidak bahagia terhadap kita, belum pasti tuan rumah suka kalau kita ikut campur urusannya. Biarkanlah ia murka dan perilaku terbaik kita yakni akal-akalan tidak tahu.

CATATAN

Di atas yakni budpekerti murka ketika bertamu atau menerima tamu yang berlaku pula di pergaulan yang lebih luas. Dalam Pitutur Kumpulan 4 dapat dibaca bahwa kalau kita mesti murka maka: kendalikan dahulu hati yang panas, kalau sanggup yang akan kita marahi kita suruh menyingkir atau kita yang menyingkir (supaya tidak keluar amarah) dan kalau mesti murka jangan berlebihan (jangan kehilangan logika sehat). IwMM

Dilanjutkan ke: Subasita Jawa (6): Bicara

Related : Subasita Jawa (5): Marah

0 Komentar untuk "Subasita Jawa (5): Marah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)