Pancaindera yakni Penglihatan (mata), pendengaran (telinga), Pengecap (lidah), Penciuman (hidung) dan perasaan (perabaan). Yang ditulis oleh Ki Padmasusastra dalam Serat Subasita, 1914 yakni empat hal yang tersebut pertama, sedang yang terakhir “perasa” yang biasa kita kenal selaku rasa “raba” diganti rasa “hati”.
PENGLIHATAN
Kalau mengatakan dengan perempuan supaya membersihkan diri dari asumsi kotor, anggap saja bicara dengan sesama pria. Mata yakni jendela jiwa. Makara hati-hati bicara dengan wanita. Melirik yakni pantangan besar alasannya melirik dianggap selaku cerminan keinginan tidak baik yang tersembunyi dan dipancarkan lewat sikap tidak sopan dari mata.
PENDENGARAN
Bila ada orang mengatakan rahasia, jangan tergelitik untuk ikut mendengarkan. Jangan dengarkan atau kalau kita masih terangsang untuk mendengar, lebih baik menyingkir. Sesuai dengan peribahasa ana catur mungkur
PENGECAP
Kalau memperoleh santapan kuliner atau camilan cantik jangan terlalu lahap tapi juga jangan kelihatan enggan. Terlalu lahap kelihatannya menyediakan kita ini orang rakus. Apalagi telah ikut makan masih bawa pulang. Tindakan nucuk ngiberake ini memalukan. Makan terlalu sedikit juga tidak sopan. Masih lebih baik kalau tidak ambil samasekali. Tapi jangan hingga kita mencela bahwa makanannya tidak enak.
PENCIUMAN
Penciuman disini terkait dengan amis badan. Menarik bahwa pada tahun 1914 Ki Padmasusastra telah menerangkan bahwa menggunakan wewangian tergolong tatakrama. Bahkan telah menerangkan ihwal bedanya wewangian lelaki dan wewangian wanita. Disebutkan bahwa lelaki menggunakan pendel enz dan perempuan menggunakan melati enz. Maksudnya supaya orang tahu sebelum melihat: Yang tiba lelaki atau wanita. Barangkali imbas Belanda.
PERASAAN HATI
Memelihara perasaan orang yang kita kunjungi yakni amat penting. Perasaan hati yakni yang terpenting dalam memelihara hubungan silaturahmi kita dengan sesama manusia. Satu catatan yang perlu diamati kalau kita bertamu, bagaimanapun gayengnya jangan hingga tuan rumah jenuh lebih dahulu. Lebih baik kita pamit sebelum tuan rumah merasa cukup. Hal ini tidak merugikan kedua belah pihak, justru mengawetkan tali persaudaraan.
CATATAN
Dalam bermitra dengan sesama manusia, kita memang mesti menggunakan pancaindera secara maksimal sesuai norma kemasyarakatan yang berlaku. Ki Padmasusastra tidak memasukkan indera perabaan dan mengubah dengan perasaan hati alasannya perabaan memang cuma kita gunakan satu kali maksimum dua kali yakni di saat bersalaman ketemu dan bersalaman berpisah (IwMM).
Sambungan dari: Subasita Jawa (6): Bicara
Dilanjutkan ke: Subasita Jawa (8): Merokok
0 Komentar untuk "Subasita Jawa (7): Mempertahankan Panca Indra"