Sumber foto: pxhere |
Ketika suami sedang emosi tinggi terhadap anaknya, seorang ibu semestinya menjadi wilayah berlabuh anaknya saat si anak sedang labil juga emosinya.
Dan saat sang ibu sedang emosi terhadap anaknya, maka sang ayahlah yang berperan menjadi wilayah curhat bagi anaknya. Bukan orangluar, bukan tetangga, bukan temannya, terlebih curhat di sosial media.
Ketika sang ibu sedang emosi terhadap anaknya, semestinya ada ayah yang menyimak keduanya. Ketika sang ayah yang khilaf emosi, kemana ibu yang semestinya mendampingi.
Namun jangan cuma ibu yang setia berperan mendampingi. Kemana sang ayah pergi? Akhirnya anak cuma bersahabat pada ibunya, tidak ingin bersahabat dengan ayahnya. Akhirnya, cuma ibu yang menjadi sosok idolanya. Ayah cuma menjadi sosok "ada dan tiada, sama saja".
Dan pula jangan cuma ayah yang dianggap idola bagi anaknya. Akhirnya anak menjadi tidak betah di rumah tersebab ibunya.
Ketika ayah tegas...
Peran ibu semestinya lembut....
Ketika ibu yang tegas...
Ayah mesti lembut...
Agar anak bisa menuntut ilmu bahwa tak semua problem insan bisa di tuntaskan dengan cara lembut kadang mesti tegas, begitupun sebaliknya.
Agar orangtua yakni hakim yang paling bijak untuk semua problem anak ...
Tak menghakimi...
Tak gampang tersulut emosi...
Tak memaksakan kehendak...
Namun semua bisa teratasi dengan cara bijak...
Bukan cuma ibu yang dituntut bijak. Ayah juga bijak sebaiknya demikian. Sehingga anak-anaknya di lalu hari juga menjadi eksklusif yang bijak. Bukan sosok yang memaksakan segala kehendak.
Makara orangtua, jangan pernah mencari argumentasi saat dinasehati anak. Jika salah, maka bicarakan saja salah. Jika benar, akuilah benar.
Jangan hingga di lalu hari belum dewasa kita mencari cari argumentasi saat salah, akibatnya berupaya mencari pembenaran, lantaran tanpa sadar, sesungguhnya orangtuanya sendiri yang mengajarkannya.
Katakan padanya, salah dan benar yakni manusiawi. Ketika benar jangan tinggi hati merasa akan benar terus. Ketika salahnya ketahuan, mintalah maaf secara gentle, tak perlu malu, bertobatlah.
Bilang juga padanya. Menang dan kalah yakni hal yang biasa. Justru lebih penting menyerah saat gotong royong kita bisa untuk menang bila itu demi suatu kebaikan. Jangan menjatuhkan kehidupan oranglain bila cuma untuk memperturunkan ego dan emosi.
Satu lagi...
Jika kita bisa menjalankan sesuatu, kita pun mesti faham bahwa orang lain pun bisa jadi lebih mampu, mudah-mudahan kelak kita tak menjadi sosok bahwa "hanya kitalah yang paling bisa dan mampu, paling baik, paling tau, paling faham, paling pintar, paling cerdas".
Padahal, semua hal tersebut orang pun berproses mudah-mudahan bisa melakukannya untuk menjadi bisa dan bisa. Semoga kita tak menjadi eksklusif yang merugikan orang lain di masa-masa mendatang.*
Sumber https://www.parentnial.com/
0 Komentar untuk "Ketika Ayah Tegas Ibu Mestinya Lembut, Anak Mesti Erat Pada Keduanya"