Hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha ialah hari kebahagiaan umat Islam. Kebahagiaan ini ditandai dengan performa necis, yakni busana baru, sepatu yang modis, dan kendaraan trendi. Begini sebagian orang memaknai Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Paling tidak, busana gres satu stel di hari raya.
Dalam rangka memperingati hari raya itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA–seorang khalifah yang paling zuhud–keluar dari istana. Ia pergi ke tengah masyarakat. Tanpa pengamanan ia berlangsung masuk-keluar kampung dan gang. Sementara rakyatnya yang larut dalam kebahagiaan hari raya cuma melempar senyum dan menyalaminya dari kejauhan.
Di tengah kunjungannya itu mata Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA tertuju pada sesosok kecil yang mengenakan busana dengan warna lama dan lusuh. Tidak salah, anak itu tidak lain yakni anak khalifah itu sendiri.
Menyaksikan keadaan anaknya di hari raya, persendian lutut dan siku Khalifah Umar lemas. Ia tidak tega melihat anak seorang khalifah terlihat terlantar.
Sambil mendekati anaknya yang belum lagi berusia sepuluh tahun, air mata khalifah kian deras menetes pada jubahnya.
“Mengapa ayah menangis?” tanya anaknya dengan polos.
“Anakku, bapak panik kau akan patah hati dan langit-langit di hatimu runtuh dikala bawah umur kecil lain menyaksikanmu dengan busana lusuh dan kumal di hari Id ini,” jawab Khalifah Umar terisak.
“Wahai amirul mukminin, tuan tidak perlu khawatir. Orang yang patah hati yakni mereka yang diluputkan Allah dari ridha-Nya atau mereka yang mendurhakai ibu dan bapaknya. Dan saya berharap Allah meridhaiku berkat ridhamu wahai ayahku,” jawab anaknya dengan sarat yakin diri.
Jawaban ini di luar prasangka Umar bin Abdul Aziz RA. Air mata haru Khalifah Umar mengucur deras. Orang nomor satu di satu masa pada Dinasti Bani Umayah ini secepatnya mendekap anak kecil yang mengenakan busana lusuh dan kumal itu.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA mengecup kening bawah yang terletak di antara kedua mata anaknya. Saat itu Khalifah Umar mendoakannya. Anak ini kelak menjadi orang paling zuhud sepeninggal ayahnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA.
Semoga Bermanfaat.
Dalam rangka memperingati hari raya itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA–seorang khalifah yang paling zuhud–keluar dari istana. Ia pergi ke tengah masyarakat. Tanpa pengamanan ia berlangsung masuk-keluar kampung dan gang. Sementara rakyatnya yang larut dalam kebahagiaan hari raya cuma melempar senyum dan menyalaminya dari kejauhan.
Di tengah kunjungannya itu mata Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA tertuju pada sesosok kecil yang mengenakan busana dengan warna lama dan lusuh. Tidak salah, anak itu tidak lain yakni anak khalifah itu sendiri.
Menyaksikan keadaan anaknya di hari raya, persendian lutut dan siku Khalifah Umar lemas. Ia tidak tega melihat anak seorang khalifah terlihat terlantar.
Sambil mendekati anaknya yang belum lagi berusia sepuluh tahun, air mata khalifah kian deras menetes pada jubahnya.
“Mengapa ayah menangis?” tanya anaknya dengan polos.
“Anakku, bapak panik kau akan patah hati dan langit-langit di hatimu runtuh dikala bawah umur kecil lain menyaksikanmu dengan busana lusuh dan kumal di hari Id ini,” jawab Khalifah Umar terisak.
“Wahai amirul mukminin, tuan tidak perlu khawatir. Orang yang patah hati yakni mereka yang diluputkan Allah dari ridha-Nya atau mereka yang mendurhakai ibu dan bapaknya. Dan saya berharap Allah meridhaiku berkat ridhamu wahai ayahku,” jawab anaknya dengan sarat yakin diri.
Jawaban ini di luar prasangka Umar bin Abdul Aziz RA. Air mata haru Khalifah Umar mengucur deras. Orang nomor satu di satu masa pada Dinasti Bani Umayah ini secepatnya mendekap anak kecil yang mengenakan busana lusuh dan kumal itu.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA mengecup kening bawah yang terletak di antara kedua mata anaknya. Saat itu Khalifah Umar mendoakannya. Anak ini kelak menjadi orang paling zuhud sepeninggal ayahnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA.
Semoga Bermanfaat.
0 Komentar untuk "Kisah Kesederhanaan Anak Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Ra Di Hari Raya Id"