Kisah Semangkuk Bakmi

Pada malam itu, Ana berantem dengan ibunya. Karena sungguh marah, Ana secepatnya meninggalkan rumah tanpa menenteng apapun. Saat berlangsung di suatu jalan, ia gres menyadari bahwa ia sama sekali tdk menenteng uang. 

Saat menyusuri suatu jalan, ia melalui suatu kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, namun ia tdk mempunyai uang. 

Pemilik kedai menyaksikan Ana bangun cukup usang di depan kedainya, kemudian berkata “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?” 
” Ya, tetapi, saya tidak menenteng uang” jawab Ana dengan malu-malu. 
“Tidak apa-apa, saya akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. 
“Silahkan duduk, saya akan memasakkan bakmi untukmu”. 

Tidak usang kemudian, pemilik kedai itu mengirimkan semangkuk bakmi. Ana secepatnya makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.


 “Ada apa nona?” Tanya si pemilik kedai. “tidak apa-apa” saya cuma terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya. “Bahkan, seorang yang gres kukenal pun memberi saya semangkuk bakmi!, tetapi,? ibuku sendiri, sehabis berantem denganku, mengusirku dari rumah dan menyampaikan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah”


 “Kau, seorang yang gres kukenal, namun begitu peduli denganku ketimbang ibu kandungku sendiri” katanya terhadap pemilik kedai. 


Pemilik kedai itu sehabis mendengar perkataan Ana, menawan nafas panjang dan berkata “Nona mengapa kamu berpikir seumpama itu? Renungkanlah hal ini, saya cuma memberimu semangkuk bakmi dan kamu begitu terharu. Ibumu sudah mengolah masakan bakmi dan nasi untukmu di saat kamu kecil hingga di saat ini, mengapa kamu tidak berterima kasih kepadanya? 


Dan kamu malah berantem dengannya” Ana, terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa saya tidak berpikir wacana hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang gres kukenal, saya begitu berterima kasih, namun terhadap ibuku yg mengolah masakan untukku selama bertahun-tahun, saya bahkan tidak menampilkan kepedulianku kepadanya. Dan cuma alasannya duduk urusan sepele, saya berantem dengannya. 


Ana, secepatnya menghabiskan bakminya, kemudian ia menguatkan dirinya untuk secepatnya pulang ke rumahnya. Saat berlangsung ke rumah, ia mempertimbangkan kata-kata yang mesti diucapkan terhadap ibunya. 


Begitu hingga di ambang pintu rumah, ia menyaksikan ibunya dengan tampang lelah dan cemas. Ketika berjumpa dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya merupakan “Ana kamu sudah pulang, cepat masuklah, saya sudah merencanakan makan malam dan makanlah dulu sebelum kamu tidur, masakan akan menjadi cuek jika kamu tdk memakannya sekarang”.


Pada di saat itu Ana tdk sanggup menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya. 


Sahabat,...

Sekali waktu, kita mungkin akan sungguh berterima kasih terhadap orang lain disekitar kita untuk suatu santunan kecil yang diberikan terhadap kita. Tetapi terhadap orang yang sungguh bersahabat dengan kita (keluarga) terutama orang bau tanah kita, kita mesti ingat bahwa kita berterima kasih terhadap mereka seumur hidup Kita.

  Sahabatku, bagaimanapun kita dihentikan melalaikan jasa orang bau tanah kita. Seringkali kita menilai mereka merupakan suatu proses alami yang lazim saja. Tetapi kasih dan kepedulian orang bau tanah kita merupakan kado paling bermanfaat yang diberikan terhadap kita sejak lahir. Pikirkanlah hal itu !!! Apakah kita mau menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang bau tanah kita?



Sumber: Blog Cerita-Cerita Motivasi diposkan oleh Jihaduddin Fikri Amrullah

Related : Kisah Semangkuk Bakmi

0 Komentar untuk "Kisah Semangkuk Bakmi"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)