Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (3): Sikap Tidur

 maka sikap tidur kita pun juga banyak aturannya GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (3): PERILAKU TIDUR
 
Sebagai kelanjutan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (2): Perlakuan terhadap wilayah tidur, maka sikap tidur kita pun juga banyak aturannya. kembali lantaran “Wong Jawa panggonane semu”, maka dalam memberi pitutur, sesepuh dahulu biasanya tidak  lugas mengatakan: “Jangan .... lantaran ....” atau “jangan .... nanti ....” dengan argumentasi jelas.  Ancaman “ora ilok” tetap menjadi senjata andalan.
 
Mengupas latar belakang “ora ilok” guna mendapatkan pengertian makna perlu kita lakukan mudah-mudahan pitutur para sepuh ini sanggup tetap diuri-uri selaku sesuatu yang layak dilestarikan. Di bawah merupakan beberapa teladan sikap tidur yang “ora ilok”
 
 
1. YEN ANGOP KUDU DITUTUPI CANGKEME, MUNDHAK DILEBONI SETAN
 
“Angop” atau menguap sebagai menunjukan ngantuk, merupakan sikap permulaan sebelum kita tidur. Hati-hatilah orang menguap tanpa menutup ekspresi lantaran setan akan masuk. Apakah setan betul-betul nerobos ke ekspresi yang menganga atau tidak, kalau kita menguap tanpa menutup ekspresi memang kelihatan jelek sekali. Cobalah sekali-sekali minta difoto ketika kita menguap. Mulut terbuka lebar seumpama goa. Apalagi waktu menguap, kita mengisap udara dengan kuat. Seandainya ada hewan ringan sejenis lalat di bersahabat ekspresi kita, niscaya akan terisap ... bleng! Masuk mulut. Hal ini betul pernah kejadian. Ada kawan sebut saja namanya “Dhadhap” pernah dijuluki “Dhadhap Bleng” lantaran habis menguap ia meludahkan lalat.
 
 
2. NGANTUK SAENGGON-ENGGON IKU RAK DIIYUN SETAN
 
Kalau telah ngantuk pergilah tidur pada wilayah yang seharusnya. Harus dibiasakan mulai anak-anak. Kata “diiyun” artinya digelayuti”. Tidur sebarang wilayah akan digelayuti setan. Perilaku seumpama ini  memang tidak sopan dan kelihatan tidak layak kalau dilihat orang. Apalagi kemudian kelakuan ini kita lakukan di wilayah kerja. Apa ya layak kalau kita tertidur di kursi kantor meskipun di ruang kerja kita sendiri. Demikian pula tidur ketika rapat. Oleh alasannya merupakan itu mesti dibiasakan sejak kecil.
 
 
3. AJA SOK TURU ING WAYAH ASAR UTAWA SURUP MUNDHAK OWAH ADATE
 
Pengertian “owah adate” disini bukan “gila” namun berubahnya pola hidup”. Bisa dibayangkan pada jam sholat Ashar kita tertidur. Belum pasti ketika adzan Maghrib telah bangun. Bisa bablas hingga malam. Dua sholat hilang, waktu makan mundur, dan malam menjadi sukar tidur. Badan bukannya jadi tenteram tetapi malah tidak karuan.
 
 
4. AJA SOK TURU MALANG MEGUNG, MUNDHAK ORA ILOK
 
Tidur dengan posisi malang-melintang disamping menyanggupi wilayah juga dipandang tidak pantas, merupakan cerminan perilaku  tidak tertib. Apalagi kalau satu wilayah tidur dipakai oleh lebih dari satu orang/anak, niscaya kita mengusik ketentraman tidur mereka.
 
 
5. AJA SOK TURU MENGKUREP MUNDHAK PANGLING SING MOMONG
 
Posisi tidur yang wajar merupakan telentang dengan bantalan kepala tidak terlampau tinggi. Tidur telungkup (mengkurep) kurang baik untuk kesehatan lantaran perut yang sebaiknya sanggup kembang kempis tanpa tekanan menjadi terhimpit diantara tubuh dan wilayah tidur. Disamping itu orang yang tidur telungkup posisi kepala niscaya miring dan ekspresi sering terbuka. Liur pun berleleran ke bantal. Bantal jadi kotor dan yang menyaksikan akan  merasa jijik (nggilani). Dikatakan kalau kita tidur telungkup, yang momong (menjaga: dalam hal ini Malaikat) akan pangling (tidak mengerti kita).
 
 
6. AJA TURU KRUKUP, MUDHAK PANGLING SING MOMONG
 
Ada orang yang suka tidur dengan menyelimuti diri mulai dari kepala hingga ujung kaki (krukup). Menakutkan (setidaknya bagi yang penakut) lantaran seumpama menyaksikan orang mati. Tetapi yang lebih penting orang tidur “krukupan” ini gampang kelemahan oksigen. Oksigen yang sebaiknya leluasa masuk paru terhambat oleh selimut yang ia pakai “krukupan” sementara CO2 justru terakumulasi lantaran tertahan oleh selimut. Walau selimut berpori-pori namun pergeseran udara akan sesempurna ketimbang yang tidur tidak "krukupan".
 
 
7. AJA TURU KEMULAN KLASA MUDHAK DIPARANI SETAN
 
Barangkali ada juga orang yang tidur beralaskan tikar, lantaran kedinginan maka tikar dipakai untuk selimut. Hal ini tidak layak lantaran kelihatan seumpama mayit yang tidak terurus.
 
 
8. NEK TURU AJA UCUL SABUKAN, MUNDHAK MEKAR EPEHE
 
Secara harfiah pengertiannya kalau orang tidur tidak pakai ikat pinggang, maka pinggang akan melebar. Bagi orang Jawa pinggang ideal merupakan pinggang yang kecil. Dalam arti kiasan, orang tidur mesti berpakaian, disamping mempertahankan tatasusila, kalau ketika kita tidur ada sesuatu kejadian, maka kita sanggup segera bangkit menjalankan tindakan.
 
 
9. AJA SOK TANGI KEDHISIKAN PITIK, MUNDHAK SEBEL ING SAMUBARANG
 
Ayam bangun kira-kira jam 5 pagi. Kaprikornus kita mesti bangun sebelumnya.  Bangun kesiangan akan kehilangan Sholat Subuh dan udara pagi yang sehat. Semua menjadi tidak pas, condong malas dan semangat kerja tidak prima.


KESIMPULAN

Perilaku tidur terkait dengan ibadah, kesehatan, akhlak dan semangat kerja. Kita mesti tidur di wilayah yang seharusnya, pada waktu yang seharusnya, tidak melalaikan keharusan terhadap diri sendiri maupun orang lain, memperhatikan pemeliharaan kesehatan dan .... bangun tidur jangan keduluan ayam (IwMM)

 maka sikap tidur kita pun juga banyak aturannya GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (3): PERILAKU TIDUR

Related : Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (3): Sikap Tidur

0 Komentar untuk "Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (3): Sikap Tidur"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)