Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (6): Sikap Minum

Melanjutkan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (5): Perilaku makan (B), maka sikap minum kita pun juga tidak luput dari “wewaler” meskipun tidak sebanyak sikap makan.  Di bawah merupakan beberapa teladan sikap bagaimana sebaiknya kita minum setidaknya pada jaman dulu, alasannya pada masa sekarang kita memang telah tidak banyak melaksanakan dengan cara tersebut.

 maka sikap minum kita pun juga tidak luput dari  GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (6): PERILAKU MINUM
 
 
1. YEN NENGAH-NENGAHI MADHANG AJA SOK NGOMBE
 
Siapapun jikalau ditengah-tengah makan merasa tersekat (Jawa: kesereten) ya mesti minum. Maksud orang-orang bau tanah dahulu adalah: Orang yang makan hingga tersekat memamerkan kita tergesa-gesa. Belum lembut dikunyah telah keburu ditelan. Kelanjutan dari  tersekat sering dibarengi kecegukan yang jikalau apes tidak mau secepatnya berhenti. Orang yang menyaksikan bisa punya perasaan campur aduk antara jijik, kasihan dan ingin tertawa. Larangan minum di tengah makan menyiratkan dua pesan:

a.    Dalam menjalankan sesuatu kita dilarang tergesa-gesa. Contoh disini merupakan “makan” dengan indikator ketergesa-gesaan yakni “minum” ditengah makan.

b.    Mencegah biar kita tidak bertingkah “murang tata” yang menjijikkan. Dalam hal ini indikatornya merupakan “cegukan” akhir makan tergesa-gesa

 
2. AJA NGOMBE NGANGGO IRUS, MUNDHAK ORA ILOK

“Irus” semacam sendok agak besar bergagang panjang, dahulu yang dibikin dari tempurung kelapa, bergagang bambu. Digunakan selaku alat penciduk dan pengaduk dikala mengolah masakan makanan. Kalau “irus” kita pakai untuk alat minum, pastinya terjadi kontaminasi dari ludah kita ke irus tersebut. Kalau toh kemudian dicuci bersih, kesan orang yang menyaksikan tetap menjijikkan. Perilaku ini kaitannya dengan etika.
 
 
3. AJA SOK NUCUP BANYU KENDHI, MUNDHAK ORA ILOK
 
Leher dan lisan “kendi” sering ditempati semut atau hewan kecil lainnya. Kalau eksklusif kita “cucup” khawatirnya binatang-binatang tersebut yang "ndilalah" pas kebetulan ada di situ, ikut tertelan. Seandainya air kendi kita tuang dahulu sedikit ke tanah, gres kita “cucup” mulutnya, memang merupakan langkah-langkah hati-hati tapi tetap tidak benar alasannya tidak etis dan tidak higienis. Kotoran dan mungkin bibit penyakit yang ada di lisan kita lewat "cucupan" ke lisan kendi, niscaya akan mencemari air dalam kendi. Padahal air didalam kendi disdiakan untuk minum beberapa orang.
 
 
4. AJA SOK ANGLONGGA (ANGGOGOK) BANYU KENDHI, MUNDHAK ORA ILOK
 
Sama dengan angka 3 di atas. Bedanya yang di atas lisan kita melekat ke lisan kendi, sedangkan yang ini ada jarak antara lisan kendi dan lisan kita. Minum dengan cara ini sama halnya dengan menuang air ke ember. Baiknya disini tidak terjadi kontaminasi. Buruknya ada di tatakrama. Jelek sekali dilihat orang. Bayangkan saja kepala kita mendongak ke atas, lisan terbuka lebar, mungkin mata kita membelalak, kemudian dituang air dari atas. Bunyi lisan yang celegukan menelan air juga tidak tenteram di indera pendengaran orang. Kemudian akan ada sisa air yang terciprat ke dagu dan pipi kita, kita usap dengan tangan. Wah, orang kian jijik sama kita. Kalau mau minum air kendi ya baiknya pakai gelas atau cangkir.
 
 
KESIMPULAN
 
Dalam hal minum tidak begitu banyak masalah. Umumnya kita minum tidak gotong royong orang lain, menggunakan cangkir atau gelas. Dua hal yang perlu diamati adalah: Etika dan Kontaminasi. Jaga sopan santun dan jangan mencemari air minum. Banyak sekali penyakit yang ditularkan lewat air, dan banyak bibit penyakit yang hidup di air. (IwMM)

 maka sikap minum kita pun juga tidak luput dari  GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (6): PERILAKU MINUM
 

Related : Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (6): Sikap Minum

0 Komentar untuk "Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (6): Sikap Minum"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)