Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (7): Sikap Duduk

 
Melanjutkan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (6): Perilaku minum, maka sikap duduk kita pun juga banyak “wewaler”nya. Umumnya merupakan perihal bagaimana cara kita duduk dan apa yang kita gunakan selaku ganjal duduk.
 
Di bawah merupakan beberapa teladan sikap yang menjadi larangan setidaknya pada jaman dulu, alasannya merupakan pada masa sekarang hal-hal tersebut sebagian besar  telah tidak kita laksanakan terutama bagi yang bertempat tinggal di perkotaan
 
 
1. AJA LUNGGUH, NGADEG, ANDHODOK ANA TENGAH LAWANG MUNDHAK SIYAL OLEHE GOLEK BOJO
 
Sudah terang bahwa pintu merupakan kawasan orang keluar masuk. Kalau kita duduk atau jongkok di tengah pintu akan menghalangi fleksibilitas orang yang lalu-lalang. Kaitannya dengan orang sial cari jodoh pastinya tidak ada. Hanya perlambang dan aturan timbal balik bahwa orang yang suka menghalangi orang lain akan sanggup akibat yang sama. Disini diberi ancaman sukar jodoh. Tentunya orang tidak mau memperoleh kesusahan untuk yang satu ini. Takutlah beliau jongkok di tengah pintu.
 
 
2. AJA ANDHODHOK SUWE-SUWE, BESUK MUNDHAK DOBOL SAGENTER
 
Jangan jongkok terlalu lama, alasannya merupakan kelak akan “dobol” (ambein, bawasir) panjangnya “sagenter” (genter: galah). Ambein sepanjang itu pastinya tidak mungkin terjadi. Tetapi jongkok terlalu usang memang mengembangkan tekanan dalam perut dan menghalangi peredaran darah bab bawah badan kita. merupakan aspek risiko terjadinya ambein. Dalam hal ini pesannya benar, risikonya pun benar, namun dilebih-lebihkan. Mengapa dilebih-lebihkan pastinya mudah-mudahan orang takut. Duduk jongkok berlama-lama disamping kokoh terhadap kesehatan yang bersangkutan juga tidak sedap dipandang mata.
 
 
3. AJA LUNGGUH ANDHA, MUNDAK KEWIRANGAN
 
“Andha” merupakan tangga yang lazim kita pakai untuk memanjat. Biasanya “andha” disandarkan di dinding, kemudian anak tangganya kita duduki. Kalau kita tidak berhati-hati terhadap posisi sandar dan kawasan pijakan tangga bisa-bisa terjadi kecelakaan. Kalau cuma tangga yang jatuh masih untung. Kalau tangga menjatuhi sesuatu, sanggup terjadi kerusakan terhadap barang yang kejatuhan. Yang paling apes jikalau tangga jatuh menimpa kita. Berlakulah peribahasa “jatuh dihimpit tangga”. Apa tidak malu? Makanya dibilang “kewirangan” yang artinya dipermalukan.
 
 
4. AJA SOK NGLINGGIHI KRAMBIL, IKU PRASASAT NGLINGGIHI ENDHASE WONG TUWA
 
“Krambil” atau kelapa memang bentuknya mirip kepala manusia. Disisi lain kelapa merupakan materi masakan dan orang Jawa biasanya meletakkan hormat terhadap materi makanan. Duduk di atas kelapa disamakan dengan duduk di atas kepala orang bau tanah yang memiliki arti penghinaan. Selain itu kelapa gampang tergulir alasannya merupakan bentuknya yang bulat. Kalau diduduki kurang stabil.
 
 
5. AJA LUNGGUH LEMEK GODHONG GEDHANG, NEK LELUNGAN MUNDHAK KEPESING
 
Daun pisang banyak dipakai selaku pembungkus atau ganjal makanan. Kalau kita pakai duduk memiliki arti kita akan mengotori masakan yang hendak dibungkus atau dialasi daun pisang tersebut. Demikian pula jikalau yang kita duduki merupakan daun pisang bekas pembungkus atau ganjal makanan. Bagian pantat busana kita yang hendak kotor. Ancamannya: jikalau bepergian akan kebelet berak atau terberak-berak (kepesing) di perjalanan.
 
 
6. AJA LUNGGUH TAMPAH, MUNDHAK DUWE LARA AYAN
 
Mengingat tampah merupakan kawasan meletakkan makanan, maka jikalau kita duduki memiliki arti kurang hormat pada makanan. Ancamannya: akan sakit ayan.
 
 
7. AJA LUNGGUH LEMEK TEPAS, YEN ANA PASAR MUNDHAK DITARKA NGUTIL
 
“Tepas” merupakan kipas yang yang dibikin dari anyaman bambu, biasanya kita pakai untuk mengipasi bara api mudah-mudahan menyala. Berarti “tepas” banyak beroperasi di dapur. Kalau kita pakai ganjal duduk, kasihan yang kerja di dapur, mereka bisa kelabakan mencari alat yang amat diperlukan tersebut. Ancamannya: Kalau ke pasar akan didakwa mencopet (mengutil). Risikonya dipukuli massa.
 
 
8. AJA LUNGGUH LEMEK SAPU, MUNDHAK ORA ILOK
 
Sapu merupakan alat pembersih lantai. Kotoran di lantai sanggup macam-macam. Mulai sekedar debu, sisa masakan hingga barang busuk tergolong tahi. Kalau kita pakai duduk pastinya pantat kita akan ketempelan kotoran.
 
 
KESIMPULAN
 
Posisi duduk kita disamping menyediakan tingkat kesantunan dan tepaselira kita pada orang lain juga kokoh terhadap kesehatan kita. Apa yang kita duduki sanggup membahayakan jikalau barangnya tidak stabil. Barang yang kita duduki sanggup kita kotori maupun mengotori kita. satu hal lagi, tidak cuma makanan, namun kawasan masakan pun perlu kita hormati. Semua dibungkus dalam “wewaler” dengan ancaman yang sanggup tidak masuk logika namun menghasilkan orang takut melanggar.  Dengan adanya ancaman yang didengar dan disertai tanpa reserve maka jadilah “gugon tuhon” (IwMM)

 

Related : Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (7): Sikap Duduk

0 Komentar untuk "Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (7): Sikap Duduk"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)