Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (8): Kebersihan Dan Kesehatan Perorangan

Melanjutkan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (7): Perilaku duduk, maka sikap kebersihan kita pun juga banyak aturannya, utamanya perihal kebersihan dan kesehatan individual (personal hygiene).
 
Di bawah yakni beberapa teladan sikap yang perlu diamati setidaknya pada jaman dulu, lantaran pada masa sekarang hal-hal tersebut sudah tidak banyak lagi yang kita laksanakan terkait dengan perkembangan kesehatan penduduk itu sendiri baik di perkotaan maupun pedesaan.
 
 
A. CARI KUTU
 
 maka sikap kebersihan kita pun juga banyak aturannya GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (8): KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PERORANGAN
 
Sekarang tidak banyak lagi orang punya kutu di kepalanya demikian pula kutu di pakaian. Dulu utamanya wanita, cari kutu yakni kegiatan berkala sehari-hari sambil ngobrol dengan sesama kalangan cari kutu. “Serit” yakni semacam sisir yang gigi-giginya amat rapat ialah senjata utama untuk mencari kutu. Dengan memakai serit untuk menyisir dan menyusuri rambut, kutu maupun telurnya (disebut “lingsa”) akan nyangkut di serit.
 
1. AJA SOK SASERIT ING WAYAH BENGI, IKU ANDHANDHANG MATINE WONG TUWA
 
Mencari kutu dengan “serit” pada malam hari punya risiko kutunya “mletik” (meloncat) dan jatuh di kain. Amat sulit mencarinya. Disamping penerangan kurang bagus, ukuran kutu juga amat kecil. Akibatnya kutu juga hidup di pakaian, duduk permasalahan pun bertambah. Ancamannya: Dianggap mendoakan orang renta cepat mati.
 
2. AJA SOK PETAN JARIT UTAWA KATHOK, MUNDHAK NYEBELI WONG GOLEK DHUWIT
 
Adanya kutu di busana (kain atau celana) ialah indikator bahwa pemiliknya pemalas dan kurang mempertahankan kebersihan kepala sehingga kutu kepala sempat migrasi ke pakaian. Bisa juga dikarenakan melanggar larangan berserit di malam hari (butir 1 di atas)
 
3. ESUK-ESUK AJA PETAN, MUNDHAK NYEBELI WONG GOLEK DHUWIT
 
Banyak hal yang mesti dijalankan pada pagi hari. Kalau pagi-pagi sudah “petan” (cari kutu) akan banyak pekerjaan penting yang terbengkalai. Oleh alasannya yakni itu dibilang “nyebeli wong golek dhuwit”
 
4. AJA NGUWISI YEN PETAN DURUNG MUBENG, MUNDHAK KETIBAN EPANG
 
“Petan mubeng” yakni petan paripurna. Artinya merata di seluruh kepala. Kalau gres sebelah yang teratasi kemudian sebelah kepala lainnya ditunda, bermakna tidak tuntas dalam mengakhiri pekerjaan. Kutu akan cepat bertambah dalam tempo yang tidak terlampau lama. Ancamannya: Kejatuhan dahan. Orang kota mungkin sulit membayangkan risiko kejatuhan dahan pohon. Tetapi orang desa yang masih bersahabat dengan kebun dan hutan, sanggup mengerti hal ini.
 
5. AJA SOK DHEMEN DHIDHIS, MUNDHAK NGEDOHAKE MALAEKAT
 
“Dhidhis” yakni pekerjaan menelusuri rambut satu-persatu, siapa tahu mendapatkan kutu atau telurnya. Bukan khusus “petan” (cari kutu). Ada orang yang menjadi sudah biasa “dhidhis”. Sewaktu tidak melakukan apa-apa, jari-jari tangannya secara tidak sadar menyusuri helai-helai rambutnya. Pekerjaan yang nampaknya sepele, namun dilihat orang karenanya kurang baik. Seolah-olah ia orang pemalas, hari-hari cuma “dhidhis”. Ancamannya: dijauhi Malaikat.
 
 
B. RAMBUT
 
 maka sikap kebersihan kita pun juga banyak aturannya GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (8): KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PERORANGAN
 
1. YEN JUNGKATAN AJA AMBUWANG BODHOLAN RAMBUT SAENGGON-ENGGON; BESUK YEN ANA KANANE, MUNDHAK NGRIBEDI ENGGONMU MLAKU MUNGGAH NYANG SUWARGA
 
Saat sisiran, biasanya ada rambut yang “bodhol” (rontok). Bodholan rambut ini jangan dibuang sebarangan lantaran sehabis mati nanti, akan mengusik perjalananmu ke Sorga. Ancamannya mengerikan, bermakna rontokan rambut ialah duduk permasalahan besar. Rambut yakni benda yang amat ringan. Bisa melayang kemana-mana terbawa angin dan sanggup jatuh masuk ke makanan. Saat enak-enaknya makan kemudian mendapatkan rambut walau sehelai dalam sayuran, sanggup menghancurkan selera. Mengingat rambut sanggup rontok kapan saja dan dimana saja, sekalipun tidak sedang sisiran, sebaiknya jikalau kita sedang mengolah masakan kuliner memakai tutup kepala yang melindungi semua rambut. Risiko juru masak yakni menjadi tertuduh utama jikalau ada kuliner kemasukan rambut. Oleh alasannya yakni itu untuk menakut-nakuti Sorga pun dilibatkan.
 
2. AJA SOK NGOBONG RAMBUT, MUNDHAK AMBODHOLAKE SING ISIH.
 
Bau rambut dibakar amat menyengat. Baiknya potongan  maupun rontokan rambut dikubur di dalam tanah, agar tidak beterbangan kemana-mana. Ancamannya disini: rambut yang masih ada (masih bertengger di kepala) akan ikut rontok.
 
 
C. JARI DAN KUKU


 maka sikap kebersihan kita pun juga banyak aturannya GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (8): KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PERORANGAN

1. AJA SOK NGEMUT DRIJI, ORA ILOK
 
Mengisap jari terang “ora ilok”. Ini bukan monopoli sikap anak kecil. Orang remaja pun ada yang suka “ngemut driji”. Suka mengigit-gigit kuku tergolong kalangan “ngemut driji” juga. Jari yang diisap atau kuku yang digigit pastinya berkubang ludah. OK lah jikalau ada yang berkilah: jari jari saya sendiri, ludah ludah saya sendiri, apa salahnya”. Tapi bagaimana jikalau kita kemudian mengambil pisang goreng di warung, mengambilnya pun tidak sekali ambil. Pegang dan bolak-balik lainnya cari yang besar? Atau kemudian kita bersalaman dengan teman? Apa tidak merasa dosa? Bisa saja ludah kita menjinjing bibit penyakit.
 
2. AJA SOK NGINGU KUKU NGANTI DAWA, MUNDHAK DIENGGONI SETAN
 
Kuku panjang sanggup lantaran dipiara atau pemiliknya malas memotong. Dipiara atau tidak, kuku yakni barang tajam. Kalau digunakan untuk menggaruk sanggup memunculkan perlukaan walau cuma pengikisan mikro yang tidak terlihat mata. Luka bagaimanapun kecilnya menghasilkan kulit tidak intact (utuh) lagi. Bibit penyakit mudah masuk melalui kulit yang menyerupai ini. Menggaruk kulit waktu tidur diluar kontrol kita, baik menggaruknya maupun kekuatan garuknya.  Tahu-tahu berdiri tidur kulit gurat-gurat merah bekas garukan. Lebih-lebih bagi yang sedang kena penyakit kudis. Luka tambah lebar, kudis cepat menyebar. Ancamannya disini: menjadi kawasan tinggal setan. Memang benar dihuni setan, yakni setan yang mempercepat penyebaran penyakit. Baiknya kita tidak membiarkan kuku menjadi panjang terlebih kotor kehitaman. Orang lain akan jijik menyaksikan kita.
 
3. AJA AMBUWANG KUKU ING SAENGGON-ENGGON, BESUK ANA KANANE MUNDHAK NGRERIBEDI LAKUMU NYANG SUWARGA
 
Bayangkan kita menyaksikan penggalan kuku tersebar dimana-mana. Pasti timbul rasa jijik. Apalagi jikalau kemudian membayangkan bahwa sebelum jadi penggalan kuku barang tersebut digunakan untuk melaksanakan sikap tidak higienis, misalnya: mengorek lobang telinga, menggosok-gosok mata, garuk-garuk kulit  gatal tergolong pantat dan jangan lupa yang satu ini, “ngupil”. Kaprikornus amankan penggalan kuku baik-baik dengan cara mengubur. Menakut-nakutinya juga tidak main-main: Mengganggu perjalanan ke Sorga.
 
 
D. MELUDAH
 
 maka sikap kebersihan kita pun juga banyak aturannya GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (8): KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PERORANGAN
 
AJA SOK DHEMEN NGIDONI, BESUK MUNDHAK SUWING
 
Jangan suka meludah sebarangan, dengan ancaman: Nanti bibirmu sumbing (suwing). Meludahi sumur ialah pantangan berat. Meludah ialah sikap tidak sopan sekaligus tidak sehat. Layak lah jikalau ditakut-takuti dengan “bibir sumbing”. Etika meludah bahwasanya ada, namun orang biasanya tidak mengindahkan. Kalau ingin meludah, ya meludah tanpa “empan papan” padahal banyak bibit penyakit yang dibawa oleh ludah.
 
 
KESIMPULAN
 
Gugon tuhon ternyata banyak menyimpan pesan yang benar wacana sikap hidup bersih dan sehat. Mulai dari perlakuan terhadap bantal, perlakuan terhadap kawasan tidur, sikap tidur, sikap makan dan minum dan sikap duduk yang sudah dibahas pada Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok 1 s/d 8 dan yang dibahas pada judul khusus “kebersihan dan kesehatan perorangan” di posting ini.  Sayang bahwa alasannya banyak tidak masuk akal, condong dilebih-lebihkan. Bisa jadi orang renta kita dahulu tahu bahwa sesuatu hal itu tidak baiik namun tidak tahu alasannya, atau yang diberi klarifikasi terlalu bebal sehingga gres menurut jikalau ditakut-takuti dengan “ora ilok”.
 
Bagaimanapun kita pantas besar hati bahwa pada masa itu “pesan-pesan kesehatan sudah menjadi isue utama, dikaitkan dengan tiga hal yaitu: (1) tatakrama (2) Kesehatan individual dan (3) Kesehatan masyarakat. Satu yang kurang pas yakni wacana makanan. Masih banyak pantangan atau larangan makan yang tidak semestinya demikian. Pesan baik kita adopsi, yang kurang baik kita luruskan. Itulah kiprah kita dalam menapaki tantangan jaman (IwMM)

 maka sikap kebersihan kita pun juga banyak aturannya GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK” (8): KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PERORANGAN
 

Related : Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (8): Kebersihan Dan Kesehatan Perorangan

0 Komentar untuk "Gugon Tuhon, Tidak Sekedar “Ora Ilok” (8): Kebersihan Dan Kesehatan Perorangan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)